<body><script type="text/javascript"> function setAttributeOnload(object, attribute, val) { if(window.addEventListener) { window.addEventListener('load', function(){ object[attribute] = val; }, false); } else { window.attachEvent('onload', function(){ object[attribute] = val; }); } } </script> <div id="navbar-iframe-container"></div> <script type="text/javascript" src="https://apis.google.com/js/platform.js"></script> <script type="text/javascript"> gapi.load("gapi.iframes:gapi.iframes.style.bubble", function() { if (gapi.iframes && gapi.iframes.getContext) { gapi.iframes.getContext().openChild({ url: 'https://www.blogger.com/navbar.g?targetBlogID\x3d8495426\x26blogName\x3dPikiran,+Cerita,+dan+Perjalanan+Saya\x26publishMode\x3dPUBLISH_MODE_BLOGSPOT\x26navbarType\x3dBLUE\x26layoutType\x3dCLASSIC\x26searchRoot\x3dhttps://latiefs.blogspot.com/search\x26blogLocale\x3den_US\x26v\x3d2\x26homepageUrl\x3dhttp://latiefs.blogspot.com/\x26vt\x3d-3212747536842318622', where: document.getElementById("navbar-iframe-container"), id: "navbar-iframe" }); } }); </script>

Friday, December 06, 2002

Skenario Nomor 35


Green Room Metro TV, 11 November 2002. Ruang yang didominasi warna coklat ini, merupakan ruang tamu sebelum narasumber memasuki studio. Malam itu, menjelang pukul 9, tiga tamu sudah selesai di make up. Mereka adalah tamu program dialog Indonesia Recovery, yakni Arif Affandi, Pemimpin Redaksi koran Jawa Pos; Bambang Harymurti, Pemimpin Redaksi Majalah dan Koran Tempo; dan Munarman, Ketua YLBHI sekaligus kuasa hukum Abu Bakar Baasyir. Pemandu dialog, Rizal Mallarangeng, sudah tiba lebih awal. Berbeda dengan pemandu-pemandu dialog mingguan lainnya, Mallarangeng selalu datang lebih awal jauh sebelum dialog dimulai. Dia juga rajin masuk news room, sebab dia tak hanya pemandu, tetapi juga redaktur khusus Metro TV. Beberapa kali dia berfungsi sebagai reporter bagi Metro TV, ketika ikut dalam rombongan Presiden Megawati Soekarnoputri, berkunjung ke luar negeri.

Indonesia Recovery adalah dialog mingguan, yang diadakan setiap senin malam pukul 9-10. Orang Metro TV menyebutnya Irec. Formatnya dialog. Tiga tamu berbincang dipandu Mallarangeng, doktor ilmu politik yang kerap dijadikan pembicara dalam diskusi. Kali ini tema Irec, “Terungkapnya Teror Bali”. Diskusi berlangsung beberapa waktu setelah Amrozi, orang yang disangka polisi sebagai pelaku peledakan, tertangkap. Arif Affandi dan Harymurti diundang, karena Jawa Pos dan Majalah Tempo memberi porsi besar terhadap pemberitaan bom bali, lengkap dengan investigasi lapangan. Affandi diberi kesempatan pertama.

ARIF: Fakta yang kami temukan di lapangan, tuduhan terhadap Amrozi bisa diduga kuat. Faktanya, polisi menemukan bahan-bahan kimia, keahlian Amrozi memperbaiki HP (telepon seluler). Polisi pernah bilang, salah satu bom di Bali diledakkan lewat HP, sehingga ada benang merahnya.

Mallarangeng menyela dengan pertanyaan soal mobil L-300, mobil yang diduga sebagai titik awal ledakan. Kata Affandi, “Temuan reporter kami menyebutkan mobil itu pernah disana (Lamongan), dan kami juga menelusuri latar belakang Amrozi. Sehingga data-data kami mengarah kesana (Amrozi)”.

Mallarangeng menanyai Harymurti soal tuduhan sinis terhadap polisi, bahwa penangkapan ini hanya skenario. “Saya tidak berani menyatakan Amrozi sebagai tersangka utama. Tapi temuan polisi dilakukan dengan cara klasik, bukan menggunakan data-data intelijen, tapi data forensik yang ditelusuri satu demi satu. Sehingga kami yakin polisi dijalur yang benar. Lagipula wartawan kita nggak segitu bodohnya dikelabui oleh polisi. Sejauh ini para wartawan di lapangan juga punya kesimpulan relatif sama, “ jelas Harymurti.

Mallarangeng meminta Munarman bersabar dulu. Harymurti melanjutkan dengan penjelasan proses penemuan nomor rangka mobil L-300, hingga menemukan Amrozi sebagai pemilik terakhir, setelah mobil pindah tangan enam kali.

Mallarangeng menghentikan diskusi, untuk jeda komersial. Dialog satu jam malam itu, diselingi lima kali jeda.

Ketika diberi kesempatan, Munarman ikut memuji kerja polisi, yang disebutnya sudah lebih maju. Polisi bekerja dengan temuan potongan peristiwa hingga menjadi rangkaian peristiwa. Pembicaraan meluas kepada siapa Amrozi. Affandi bercerita tentang masa kecil Amrozi sebagai anak seorang carik, pejabat desa, yang punya kebiasaan lain dibanding teman sebayanya, seperti kebut-kebutan motor dan menembak burung. Lalu, Harymurti menambahi dengan cerita perjalanan Amrozi ke Malaysia dan Afghanistan.

Munarman ditanyai soal kelompok Islam modernis, sebagai lingkungan ideologis yang membentuk Amrozi. Munarman membuka pembicaraan ke arah keterlibatan intelijen, membentuk kelompok yang ingin mendirikan negara Islam, dengan merekrut eks Darul Islam. Mallarangeng memotong: “Secara sosio ideologis, ada atau tidak ada intelijen kelompok ini ada. Peranan intelijen nomor 35, kali,”. Mallarangeng beralih ke Harymurti, dengan membicarakan soal keterkaitan Abu Bakar Baasyir, pimpinan Pondok Pesantren Al Mukmin, Ngruki, yang sedang ditahan polisi karena dituduh terlibat teror.

BAMBANG: Saya kira ini cerita lama. Kalau baca Tempo yang lama, tahun 80-an sudah ada gejala ini. Misalnya pembunuhan rektor, peristiwa Lampung, perampokan gaji, ternyata dilakukan alumni Ngruki, yang dulu ingin mendirikan negara Islam Indonesia. Kemudian ketika pindah ke Malaysia, rupanya idenya berkembang menjadi lebih global, Kekhalifahan Asia Tenggara. Saya kira ini peran Afghanistan, mereka punya kemampuan militer yang lebih tinggi, terutama membuat bom, dan menggunakan senjata. Mereka juga punya jalur internasional dan simpatisan luar negeri.

Giliran Munarman menanggapi tuduhan terhadap kliennya. Menurut Munarman adalah hal yang wajar, sebagai guru Baasyir dikenal banyak orang. Tapi tak berarti Baasyir terlibat.

RIZAL: Tapi kalau muridnya disana sini itu ngebom, mengkhotbah fitnah, atau bukan fitnah tapi kebencian terhadap golongan lain, kita bertanya apa yang salah dengan gurunya.

MUNARMAN: Sederhana saja membandingkannya. Apa yang salah dengan salah satu sekolah menengah di Jakarta, membikin berantem disekolah. Apa yang salah dengan sekolah itu?

Harymurti nimbrung. Ia meminta supaya jangan menyama ratakan semua alumni Ngruki. Kata Harymurti, “ Kita harus sadari bahwa alumni Ngruki adalah orang baik. Memang ada kelompok kecil yang terlibat bom dan kegiatan aneh-aneh. Saya tidak melihat Abu Bakar Baasyir sebagai guru ideologis, serta merta menjadi tersangka untuk semua urusan anak buahnya”.

Tetapi ketika Mallarangeng menanyakan kenapa Bali yang dipilih dan kenapa sekarang, Harymurti kembali mengaitkan kelompok Ngruki. Kata Bambang: “Ada dua kemungkinan. Kalau mengikuti kelompok Ngruki, tahun 1985 sudah ada yang berusaha membom Kuta, sesudah membom Borobudur karena dianggap berhala. Cuma bomnya (bom Kuta), keburu meledak di bus. Masih amatiran ketika itu. Yang kedua lebih serius. Bagi kelompok radikal berbasis Islam, kebencian terhadap Amerika Serikat ini sedang memuncak. Seperti eskalasi yang terjadi di Palestina. Mereka ingin melakukan pembalasan setimpal”

Sesi terakhir, Mallarangeng mengajak tamunya, untuk memerangi pelaku terorisme. Tetapi tetap membuka ruang demokrasi bagi semua kelompok, untuk mengajukan pendapat. Sepanjang tidak ngebom.

Dua hari setelah diskusi, di Metro TV sempat beredar kabar, pimpinan Pondok Pesantren Al Mukmin Ngruki akan menyampaikan somasi. Tuduhannya, isi dialog mengarahkan Ngruki memproduksi terorisme. Mallarangeng sempat memutar ulang rekaman diskusi. Katanya, “Ini diskusi yang cerdas,”.


A.Latief Siregar

Note: Dimuat di Majalah Pantau edisi Desember 2002.

Pikiran, Ucapan, dan Perjalanan Saya Gambar perjalanan lain, klik disini