Selamat Tinggal Kekelaman

Jam ini kini menjadi bangkai di tengah kota yang mati bak dilanda perang. Ia tak lagi bisa bersaksi menandai pergantian tahun. Mungkin ia juga tak mendengar jeritan warga yang melolong bersipongang membelah pagi yang terik. Saat gempa, yang bertindak sebagai sangkakala pendahulu kiamat air bah, ia telah mati.


Pastilah warga Aceh yang masih selamat dan kini tinggal di tenda-tenda darurat, tak membawa jam. Buat apa tau waktu. Karena pergantian masa, ditandai dengan makan. Makan pagi, siang, dan malam. Buat apa tau waktu. Kalau makanan tak ada. Warga Aceh yang kaya raya, dimasa awal kemerdekaan bisa membeli kapal terbang Seulawah, kini untuk makan harus menadah tangan. Berebutan. Duh, Gusti...

Warga Aceh yang seharusnya hidup bergelimang kemewahan, oleh karunia Ilahi minyak, gas, semen dan pelbagai sumber daya alam, hari ini harus berpanas hanya untuk sejerigen minyak. Minyak yang selama ini justru mendatangkan malapetaka, karena ia telah mendorong pemberontakan GAM, kini ditengah duka tetap tak mau bersahabat.

Allah ya Rabb yang maha Rahman dan maha Rahim. Maha Pemberi dan Maha Pengampun. Hanya menangis yang kami bisa. Doa kami, semoga tahun kekelaman ini berakhir.
0 Comments:
Post a Comment
<< Home