<body><script type="text/javascript"> function setAttributeOnload(object, attribute, val) { if(window.addEventListener) { window.addEventListener('load', function(){ object[attribute] = val; }, false); } else { window.attachEvent('onload', function(){ object[attribute] = val; }); } } </script> <div id="navbar-iframe-container"></div> <script type="text/javascript" src="https://apis.google.com/js/platform.js"></script> <script type="text/javascript"> gapi.load("gapi.iframes:gapi.iframes.style.bubble", function() { if (gapi.iframes && gapi.iframes.getContext) { gapi.iframes.getContext().openChild({ url: 'https://www.blogger.com/navbar.g?targetBlogID\x3d8495426\x26blogName\x3dPikiran,+Cerita,+dan+Perjalanan+Saya\x26publishMode\x3dPUBLISH_MODE_BLOGSPOT\x26navbarType\x3dBLUE\x26layoutType\x3dCLASSIC\x26searchRoot\x3dhttps://latiefs.blogspot.com/search\x26blogLocale\x3den_US\x26v\x3d2\x26homepageUrl\x3dhttp://latiefs.blogspot.com/\x26vt\x3d-3212747536842318622', where: document.getElementById("navbar-iframe-container"), id: "navbar-iframe" }); } }); </script>

Wednesday, November 29, 2006

Kejar Aku Kau Kusalip

Gdubraakk...!!! Suara kencang di bagian belakang itu, sontak menghentikan laju angkot yang kutumpangi. Sebat, sopir turun. Dari balik kaca, aku lihat si sopir dan pengendara motor yang menabrak angkot bertengkar. Rentetan klakson yang memekakkan telinga dari pengguna jalan lain, menghentikan perdebatan itu.

Angkot pun melaju kembali. “Motor kudu digituin, kalo gak kita yang gawat”, kata si sopir melanjutkan amarah. “Digituin”, maksudnya dimarahin duluan, sebab solidaritas motoris bisa membuat motor selalu benar. Kubiarkan sopir meracau menyucikan emosi. Aku diam saja, termasuk saat ia bilang: “ini akibatnya kalo harga motor murah, dimana-mana motor. Bukan aku setuju pendapat itu. Tapi tampaknya ini sudah pendapat umum. Seolah harga murah berkorelasi linier dengan jumlah motor di jalanan.

Sewaktu tiba di Norwich, September 2004, niat pertamaku adalah membeli mobil atau motor. Waktu yang luang, dan jalanan lapang menjadi pendorongnya. Tapi hingga pulang setahun kemudian keinginan itu tak terwujud. Bukan karena tak ada duit. Mobil Mitshubishi Galant tahun 2001, cuma 1100 pound (kl 18 juta perak), Range Rover 1997 3000 Pound (kl 50 juta perak). Housemate kami malah membeli Alfa Romeo setara gajinya sebagai cleaner rumahsakit, 700 Pound.


Terpikir cara lain. Sesiangan mobil dibawa saja ke kampus. Eits, tak semudah itu kawan. Kampus hanya mengeluarkan stiker tanda parkir, bagi mahasiswa yang mondok di kawasan tidak dilewati jalur bus kota. Padahal rumah kami, Gloucester Street berada di kawasan golden triangle Norwich, dimana bus kota mengalir 24 jam sehari tiap 10 menit. Pihak kampus menganjurkan mobil di parkir di Park and Ride, lalu naik bus kota ke kampus. Usul yang terlalu gila untuk dituruti, mengingat jika ditarik garis lurus, kampus berada di tengah antara rumah kami dan Park and Ride. Belum lagi, ternyata tarif parkir juga sangat mahal.

Pelan tapi pasti, perburuan memiliki mobil pun terkikis. Tak pernah kami terhalang, untuk bepergian. Baik di dalam mamupun luar kota. Angkutan publik nyaman, tepat waktu, dan bisa murah jika tau triknya. Seperti tiket terusan, atau membeli jauh-jauh hari dari tanggal bepergian.

Mungkin itulah syarat utama “memaksa” warga beralih ke angkutan publik. Bahwa naik angkutan umum tidak merubah apa-apa dari kenikmatan naik mobil pribadi. Justru naik mobil pribadi menciptakan kesusahan sendiri. Hanya mobil umum yang boleh melewati kawasan kota. Mobil umum berhenti lebih dekat ke kampus dibanding tempat parkir yang jauh di luar kampus.

Mulai pekan ini, polisi Metropolitan Jakarta memberlakukan jalur khusus motor, dengan ujicoba di kawasan Cawang. Ini bisa jadi “pukulan” buat motoris. Bukankah selama ini, ‘kenikmatan’ naik motor itu bebas dari aturan. Bisa naik trotoar, bisa melawan arah, bisa jalan paling kanan, bisa selap selip diantara mobil. Pemerintah Jakarta juga berencana memberlakukan Electronic Road Pricing, atawa sistem jalan berbayar untuk Sudirman Thamrin. Jika ini diikuti parkir yang mahal di tengah kota, larangan mobil memasuki pusat keramaian, penyediaan angkutan publik nyaman (busway, monorel), serta trotoar dan penyeberangan elok, maka jalanaan Jakarta nan lengang, bukan mimpi belaka.

Ayo, pilih gubernur peduli publik!!!!

7 Comments:

At 8:45 AM, Blogger Iman Brotoseno said...

memang stress urusan mobil dan macet di jakarta,..sudah tidak makes sense, sepertinya kebijakan busway dibuat agar pemilik mobil semakin tidak nyaman jalan jalan d jakarta..

 
At 11:25 PM, Anonymous Anonymous said...

"Justru naik mobil pribadi menciptakan kesusahan sendiri. Hanya mobil umum yang boleh melewati kawasan kota. Mobil umum berhenti lebih dekat ke kampus dibanding tempat parkir yang jauh di luar kampus."

Aneh ya.. di Indonesia justru nggak enak kalau naik mobil umum, soalnya nggak bisa masuk kota.

 
At 2:15 AM, Anonymous obatampuh scabies said...

salam sejahtera untuk agan agan semua semoga bahagia selalu, artikel yang agan sajikan sangat menarik dan enak dibaca senang bisa berkunjung kesini

 
At 5:46 PM, Anonymous obat asam urat dan pantangannya said...

makasih gan atas infonya

 
At 12:27 AM, Anonymous mirna fitriani said...

makasih gan infonya menarik sekali, mudah2an saja infonya bisa bermanpaat, amin.

 
At 12:30 AM, Anonymous Apotek Herbals said...

Terimakasih, Semoga Bermanfaat

 
At 4:42 PM, Anonymous Obat Ejakulasi Dini Paling Mujarab said...

Terimakasih, Semoga Bermanfaat

 

Post a Comment

<< Home

Pikiran, Ucapan, dan Perjalanan Saya Gambar perjalanan lain, klik disini