Berlayar ke Lembah Ilmu
Bangunan tua, perahu, dan sepeda merupakan ciri khas kota Cambridge, Inggris. Ada pula toko buku, pedagang kue, dan kedai teh yang berusia lebih dari seabadPERAHU kami menyelinap diantara puluhan perahu yang melayari sungai Cam. Sesekali sang pendayung berteriak mengingatkan, agar merapatkan kaki dan bahu, supaya tidak tersentuh badan perahu lain. Cambridge, dimusim panas ini, memang sedang menuai pelancong. Dan salah satu daya tariknya: berperahu membelah kota. Kota yang kecil. Juga sungai yang kecil.
Sungai selebar delapan meter ini, dilingkupi oleh jembatan. Jembatan ini dijejali pengunjung, untuk berfoto dengan latar belakang perahu yang sedang melintas, atau say hello kepada sanak saudaranya yang sedang punting (berlayar) di bawah sana. Salah satu jembatan yang ternama adalah Mathematical Bridge. Menurut hikayat, jembatan ini didirikan tahun 1749. Penyebutan nama matematika disini, menurut mitos yang beredar, karena pendisainnya adalah ilmuwan Isaac Newton, dengan perhitungan matematika yang rumit, sehingga tanpa pasak. Sebetulnya ini hanya mitos, karena Newton wafat 1727, 22 tahun sebelum jembatan berdiri. Namun, nama Mathematical Bridge tetap abadi hingga kini, termasuk jembatan kayunya.
Nama Cambridge terdiri dari kata (sungai) Cam dan Bridge (jembatan). Sungai ini mengalir mengelilingi sepertiga kota. Keindahan gedung-gedung tua itu dapat disesap dengan berperahu (punting) di sungai Cam, yang mengalir persis di belakang beberapa college.
Lepas berkecipak di sungai, kami pun berjalan memasuki pusat kota. Gedung sisa abad pertengahan yang tertata rapi, yang dilingkupi halaman dengan rerumputan yang terpangkas apik, menyambut kehadiran kami. Bangunan tua memang salah satu jualan kota ini. Gedung-gedung tua yang umumnya sekolah itu, masuk kategori “tua-tua keladi”. Sejumlah ilmuwan, seperti Isaac Newton, dan pemenang Nobel macam Archer Martin dan Max Perutz datang dari sini. Universitas Cambridge menjadi penyumbang terbesar peraih Nobel di seluruh dunia, yakni 80 orang. Sehingga kota Cambridge juga memproklamirkan diri sebagai pusat inovasi dan teknologi.
King's College, Cambridge
Bayangkan, di dalam kota Cambridge yang seluas 40 kilometer persegi, terdapat puluhan college. 31 diantaranya merupakan bagian dari Universitas Cambridge. Kami menapaki jalan St John Street yang menyambung dengan Trinity Street dan King’s Parade, tepat di pusat kota Cambridge. Disini berdiri tiga college ternama, yakni King’s College (1441), Trinity College (1546) dan St John College (1511). Puluhan orang setiap akhir pekan mendatangi tempat ini. Untuk sekedar duduk di pelataran, mengagumi arsitektur abad lampau, hingga belanja buku dan merchandise kampus.
Ini mengingatkanku akan Bandung. Setiap akhir pekan, jalan Ganesha, di depan kampus ITB selalu ramai. Sayangnya, mereka tak datang untuk menikmati keindahan kampus. Tapi untuk naik kuda dan melihat kebun binatang yang kebetulan bersisian dengan kampus.
Cambridge memiliki sejarah panjang dalam ilmu pengetahuan. Ia merupakan kota kedua di Inggris, yang memiliki universitas. Setelah kampus yang pertama berdiri di Oxford tahun 1096, ditutup akibat pertikaian dengan penduduk lokal tahun 1209. Universitas Oxford pun dipindah sementara ke Cambridge. Lima tahun kemudian, orang-orang Oxford pulang dan mulailah warga Cambridge mendirikan college.
College pertama yang didirikan adalah St Peter House di tahun 1284. Meskipun dibawah Universitas Cambridge, college-college ini independen dalam hal pemilikan dan pendanaan. Trinity College yang didirikan tahun 1546, merupakan institusi terkaya nomor tiga di Inggris Raya, setelah Royal Family dan Bank of England. Asetnya mencapai 310 juta Pound dan pemasukan tahunan 19 Juta Pound. College maha kaya lainnya adalah St John, dengan aset 91 juta Pound dan pemasukan 5,9 Juta Pound.
Meskipun kaya raya, college ini tetap sadar wisata. Memasuki wilayah sekolah, pengunjung dipungut bayaran 2 hingga 6 pound (sekitar 35 ribu hingga 100 ribu rupiah). Pengunjung rela membayar untuk melihat keindahan gedung, dan pada hari-hari tertentu mendengarkan choral service di chapel. College adalah tempat belajar dan tinggal para rahib, sehingga, hampir semua college mempunyai chapel. Paduan suara terbaik dimiliki King’s College. Karena semua “penyanyinya” harus laki-laki, maka anak-anak dihadirkan untuk mengisi suara sopran dan kontratenor untuk alto. Sekolah-sekolah ini juga memungut uang kuliah yang sangat besar. Hebatnya, meski membayar uang sekolah yang mahal, para mahasiswa di kota Cambridge jarang menggunakan mobil. Umumnya mereka berjalan kaki atau bersepeda.
Saking tuanya Universitas Cambridge, mereka sudah menyumbang banyak orang terkenal, dengan pelbagai profesi. Mulai dari penemu, seperti Christopher Cockerel yang menemukan hovercraft, hingga fisikawan Stephen Hawkings. Mulai dari Perdana Menteri Inggris tahun 1768, Augustus Henry Fitzroy, hingga pencabik bas grup musik rock era 80-an, Radio Head, Colin Charles Greenwood. Bahkan warga Inggris percaya, mereka lebih tua dalam keilmuan dibanding Amerika. Sebab, John Harvard, pendiri Universitas Harvard di Boston, Mashacusette, Amerika, dulu bersekolah di Emmanuel College.
Kota Cambridge masih menyimpan sejuta pesona masa lalu. Sebagai kota ilmu pengetahuan, jangan lewatkan berbelanja buku. Ada beberapa toko buku besar yang ada di sekitar trio college, King’s, Trinity, dan St John. Yakni toko buku University of Cambridge, Heffer, dan Borders. Di sebuah gang di seberang King’s College, ada toko buku yang sudah berumur seabad lebih. Sejak didirikan tahun 1896, mereka tak mau beranjak dari lokasi semula. Demi sebuah masa lalu. Masa lalu pula yang membuat toko kue Fitzbilles, yang diririkan 1922, tetap ramai. Ada juga The Orchard, toko penganan dan minum teh, tempat pemikir Cambridge, seperti John Stuart Mill (ekonom dan filosof 1806-1873) dan John Maynard Keynes (ekonom yang menjadi penasehat pemerintah Inggris pada perang dunia I) dulu sering minum teh sore-sore.
Layaknya tempat berjalan-jalan, Cambridge menyediakan toko souvenir. Beberapa toko menjual merchandise Universitas Cambridge, seperti t-shirt, topi, ransel, mug dengan kualitas bagus. Mau yang kualitas kelas dua, tapi bukan bajakan, ada di pasar di seberang Kings College. Disini pernah ada orang Indonesia berjualan mie goreng. Orang memanggilnya, Tante Lena. Ia terkenal di kalangan mahasiswa Indonesia dan negara-negara Asia. Sayang, sejak akhir tahun, ia berhenti berdagang.
Malam menjelang, toko mulai menutup pintu. Sejenak aku, istri, dan empat tamu kami (Gusman dan Mbak Mariati dari London, bu guru Siska dari Brighton, dan Yudi dari Bradford) berehat di lapangan rumput. Lalu, kami tinggalkan Cambridge dengan sejuta kenangan. Mitos, masa lalu, dan usia tak membuat kota ini kehilangan pesona.
3 Comments:
aku malah asyik merhatiin yang pake kacamata hitam dan tidak bertopi ... :) piye ini eyang? apakah ini tanda tanda pubertas? hihihihihihi
salut yak dengan niatnya melestarikan gedung tua. gak main rubuhin aja..
Eyang fotonya kenapa dikit kali sih x-(
Aku nih suka banget jalan2, jadi matur nuwun eyang, biar gak bisa kesana, udah bisa ngerasain dari baca jurnalnya mbah wek ini hihihi...serasa baca buku panduan travelling deh ;)
Jangan lupa foto2 yang banyak ya, salam buat yang ti.
Post a Comment
<< Home