<body><script type="text/javascript"> function setAttributeOnload(object, attribute, val) { if(window.addEventListener) { window.addEventListener('load', function(){ object[attribute] = val; }, false); } else { window.attachEvent('onload', function(){ object[attribute] = val; }); } } </script> <div id="navbar-iframe-container"></div> <script type="text/javascript" src="https://apis.google.com/js/platform.js"></script> <script type="text/javascript"> gapi.load("gapi.iframes:gapi.iframes.style.bubble", function() { if (gapi.iframes && gapi.iframes.getContext) { gapi.iframes.getContext().openChild({ url: 'https://www.blogger.com/navbar.g?targetBlogID\x3d8495426\x26blogName\x3dPikiran,+Cerita,+dan+Perjalanan+Saya\x26publishMode\x3dPUBLISH_MODE_BLOGSPOT\x26navbarType\x3dBLUE\x26layoutType\x3dCLASSIC\x26searchRoot\x3dhttps://latiefs.blogspot.com/search\x26blogLocale\x3den_US\x26v\x3d2\x26homepageUrl\x3dhttp://latiefs.blogspot.com/\x26vt\x3d-3212747536842318622', where: document.getElementById("navbar-iframe-container"), id: "navbar-iframe", messageHandlersFilter: gapi.iframes.CROSS_ORIGIN_IFRAMES_FILTER, messageHandlers: { 'blogger-ping': function() {} } }); } }); </script>

Sunday, June 19, 2005

Aku Mimpi Jadi Walikota

latief multiply

Dering alarm mengagetkanku pagi itu. Sekejap kemudian, aku bangun dan segera shalat subuh. Istriku sudah tak ada. Ia telah pergi ke salon, yang sengaja dipesan buka pagi buta. Sebab hari ini hari istimewa, aku dilantik menjadi walikota Depok. Aku menjadi walikota pertama, yang dipilih secara langsung. Tak heran, pelantikan pun berlangsung meriah. Selepas bersalaman dengan Gubernur Jawa Barat, diluar antrian pegawai balaikota sudah mengular. Sebagian asyik di sawung-sawung makanan, dan sebagian lagi berjoget ditemani penyanyi dangdut.

Tak tega aku mengadakan rapat ditengah kebahagiaan ini. Tapi besok aku bertekad, apapun harus ada rapat perdana. Akibatnya, tetamu yang ingin mengucap selamat terdampar di ruang tamu. Tak apa, semoga mereka mengerti, aku sedang menjalankan amanat rakyat. Target pertamaku, adalah masalah yang ada di depan mata rakyat sehari-hari, yakni kemacetan. Kepala Dinas PU lalu mengusulkan penambahan dan pelebaran jalan. Aku tak setuju. Aku lebih ingin penertiban angkot, penempatan rambu, serta pengaktifan lampu pengatur.

Entah aku kelewat mengejar, Kepala Dinas Perhubungan merasa tercecar soal izin angkot dan penambahan jalur yang terus dibuka. Rapat ini juga menyertakan Kapolres lewat sambungan telepon. Kepada Kapolres, aku meminta pengetatan kualifikasi pemberian SIM, sekaligus mengenakan biaya normal, sesuai buku.

Hari ketiga, aku mendapat slentingan, dimusuhi tiga orang, Kepala Dishub, Kepala PU, dan Kapolres. Mungkin mereka kehilangan “ladang” yang selama ini menjadi lumbung kemewahan. Tak apa. Aku panggil Kepala Dishub dan Kepala Polisi Pamongpraja. Hari ini aku akan menertibkan angkot. Terminal bayangan hubar habir, terminal tak boleh ngetem, angkot yang tak sampai tujuan cabut izin. Sopir, calo, pegawai terminal pun memandang tak sedap ke arahku. Habis soal angkutan, aku mulai merambah pedagang kaki lima yang seenaknya mengambil pedestrian jatah pejalan kaki. Sepekan berdinas, aku dapati aku telah dimusuhi kolega, mitra, dan rakyat.

latief multiplyPekan kedua, aku berangkat kantor dengan beban dipundak. Orang-orang yang berdiri di pinggi jalan, kulihat seperti mencibir ke arahku. Padahal bisa saja mereka tak memperhatikanku, atau sedang menunggu bis. Entah kenapa, aku merasa mereka adalah sopir, pedagang, calo yang mendadak menganggur karena penertiban yang aku lakukan.

Suara azan membangunkanku. Menggeliat, aku menatap langit-langit yang putih. Masya Allah, semua ruangan ini putih. Lamat-lamat aku mendengar suara istriku mendaras doa-doa. Jarum suntik ditanganku menusuk, saat aku mencoba bergerak. Aku mengumpul ingatan, tadi siang aku jatuh saat mengambil wudu’. Kucoba membuka mata, tak kuasa. Aku merasa janjiku akan segera tiba. Seekor makhluk berwajah aneh, dengan seringai tajam, serta tangan berkuku panjang mencekikku. Ingin menjerit, kelu. Ingin berontak, kaku. Aku komat kamit melafaz doa. Sebelum tangan itu mencengkeram lebih erat, dan kuku menghunjam lebih dalam, tiba-tiba kriiiinnnggggg...... Aku terlonjak. Alarm dari henpon membangunkanku. Keringat berbulir membasahi tubuhku. Masih dengan nafas tersengal, kuraih gelas. Seteguk air menormalkan denyut jantungku.

Pagi itu, di bis dalam perjalanan ke rumah sakit, aku tersenyum mengenang mimpi itu. Mungkin ini sasmita, bahwa aku tak layak jadi pejabat. Jadi pejabat hanya untuk orang yang berurat baja, tulang besi, dan otot kawat. Dalam hati aku ngunandika, begini nih, kalau tukang sapu bermimpi jadi walikota. Ya stroke.

ilustrasi: seblat

4 Comments:

At 8:04 PM, Blogger mpokb said...

depok2... kemana2 mentok.. :D

 
At 3:18 AM, Blogger loper said...

untung cuman mimpi yang ... coba kalo beneran ... :) bisa gak kepilih lagi putaran depan ... hehehehehe

 
At 6:41 PM, Blogger Intan Bayduri said...

This comment has been removed by a blog administrator.

 
At 6:46 PM, Blogger Intan Bayduri said...

Yang jelas cabat, alias calon pejabat, selain harus tulang besi, otot kawat, juga harus muka badak hehehe :)) apalagi yang "berniat" gak memiliki manner yang baik, yaaa seperti malak, memeras secara halus, terima sogokan, dll... ya gak mbah kung ^_^
Lagian pilkada disini juga gak ngaruh, gak kenal gitu looh :P Kalo gak salah yang mempromosikan diri sendiri secara nasional pake iklan di tipi cuma calon gubernur sumatera utara, itu juga tetep aja aye kagak kenal, tau kalo di medan sono hehehehe :))

 

Post a Comment

<< Home

Pikiran, Ucapan, dan Perjalanan Saya Gambar perjalanan lain, klik disini