Harrods, meuni Harot
"Kita sudah tiba di kota London". Suara sang sopir yang bergema lewat speaker, membuyarkan mimpiku pagi itu. Bos National Express yang kami tompangi dari Norwich, sedang melintasi bagian timur London. Kemarin di dekat sini, Bethnal Green, terjadi lagi ledakan. Akibatnya pagi ini, suasana London sedikit berbeda. Polisi dimana-mana.
Dan ini yang kentara. Jalanan macet, bus sesak, dan trotoar penuh. Memang sebagian jalur tube belum dibuka. Terbukti, meski menyeramkan sarana transportasi publik bernama tube banyak menolong London dari kemacetan. Syukur, kami tidak terlambat tiba di Kedutaan Belanda. Pagi ini, kami harus memasukkan paspor kesana, dan nanti sore mengambil lagi setelah visa ditempelkan. Ah, leganya akhirnya dapat visa meski cuma 6 hari saja.
Masih banyak waktu, sebelum shalat Jumat. Kami ada janji Jumatan dan makan siang dengan Mbak Mariati dan Gusman, kawan kami yang sekolah di London. Tak jauh dari Kedutaan Belanda, tegak menjulang Harrods, pusat belanja milik Muhammad Al Fayed, "bapak mertua" almarhumah Putri Diana.
Agak tercekat, sewaktu satpam memintaku melepas ransel dan membawanya dengan menjinjing. Apa dia sangka aku teroris, dengan bahan peledak di punggung. Belakangan aku sadar, ini cara mereka menghindari pengunjung menyenggol barang. Barang yang sungguh-sungguh mahal. Aku melintasi gerai penjual parfum. Penjaganya, perempuan2 cantik jelita dengan dandanan mentereng, sigap menyemprot sana sini. Malang, aku tidak. Tampang dan gayaku barangkali jauh dari kesan "potential buyer".
Hematku, Harrods adalah sarang kemewahan. Ada tas 7000 Pound (120 juta), handuk 1000 Pound. Aih, pegimane rasanya mengelap tubuh dengan kain seharga 17 juta itu. Nikmat apa rasa mewah belaka. Harrods sadar betul akan "rasa mewah" ini. Maka, tas jinjing plastik, yang di pasar Senen ditempeli wajah Delon laku dijual 5000 perak, karena ditempeli logo Harrods melambung jadi 5 Pound (75 ribu). Kabarnya, banyak juga ibu-ibu pejabat yang acap memborong barang disini. Kabarnya lho. Andai benar, kita turut senang tho?
Sama senangnya ketika aku lihat baju bermerk "Fendi" dan "Marni". Mungkin mereka penjahit dari Tasikmalaya yang sukses di negeri orang. Belakangan aku sadar, aku salah besar.
Aura kemewahan juga menjalar ke toilet. Luxury Washroom. Tetap saja isinya toilet, cuci tangan (meski yang ini ngucurin airnya pakai infra-red), lalu ada parfum. Selebihnya biasa. Boleh jadi "luxury" yang dimaksud, toilet ini bersebelahan sama gerai penjual "daleman", yang setelah didiskon masih 95 Pound.
Andai Mang Pi'i, penjaga kost-ku dulu di Cisitu, Bandung tau aku ke Harrods, pastilah ia akan bilang: "Euleuh..euleuh.. belanja wae meni harot". Harrods Mang, sanes harot (Bhs Sunda: harot= kelewat semangat).
2 Comments:
kalo harrods bikin toko di jakarta, pasti nanti akan ada kembarannya: harrods jongkok!!
coba yg suka belanja di harrods diajak ke mangga dua.. dijamin kalap juga.. heheheh.. glek
Post a Comment
<< Home