<body><script type="text/javascript"> function setAttributeOnload(object, attribute, val) { if(window.addEventListener) { window.addEventListener('load', function(){ object[attribute] = val; }, false); } else { window.attachEvent('onload', function(){ object[attribute] = val; }); } } </script> <div id="navbar-iframe-container"></div> <script type="text/javascript" src="https://apis.google.com/js/platform.js"></script> <script type="text/javascript"> gapi.load("gapi.iframes:gapi.iframes.style.bubble", function() { if (gapi.iframes && gapi.iframes.getContext) { gapi.iframes.getContext().openChild({ url: 'https://www.blogger.com/navbar.g?targetBlogID\x3d8495426\x26blogName\x3dPikiran,+Cerita,+dan+Perjalanan+Saya\x26publishMode\x3dPUBLISH_MODE_BLOGSPOT\x26navbarType\x3dBLUE\x26layoutType\x3dCLASSIC\x26searchRoot\x3dhttps://latiefs.blogspot.com/search\x26blogLocale\x3den_US\x26v\x3d2\x26homepageUrl\x3dhttp://latiefs.blogspot.com/\x26vt\x3d-3212747536842318622', where: document.getElementById("navbar-iframe-container"), id: "navbar-iframe" }); } }); </script>

Thursday, July 28, 2005

Menatap Tanah Air dari Tanah Blair

Kami melewati kota kecil nan lengang itu dengan kecepatan sedang. Hanya beberapa orang terlihat menapaki trotoar, atau duduk di taman. Selebihnya kesenyapan. Tony, warga Inggris yang mengawini orang Indonesia, menyetir sambil melahap sandwich isi udang. Sejenak kami lampaui plang penunjuk "town center". Aku tanya Tony, "Apa sih bedanya town dengan city".

Ia menjawab dengan sebat, sambil menyeka bekas mayonaise di ujung bibirnya. "City punya church dan cathedral, town cuma punya church". Entah ini jawaban pelajaran sekolahan, atau hanya sekedar pendasaran pada apa yang selama ini ia lihat. Meski dalam sejarah, gereja dan katedral sebagai institusi keagamaan yang menjadi perpanjangan tangan raja, pernah ditutup oleh Oliver Cromwell, Lord Protector yang menginginkan Inggris Raya berbentuk republik.

Lupakan sejarah. Tapi andai ini benar, infrastruktur kota di Inggris itu sudah selesai pada abad ke-12. Era itulah sejumlah gereja besar dan kathedral berdiri. Satu hal yang mengagumkan, selama ratusan tahun mereka bisa mempertahankan bentuk dan luas kota. Jarak antar kota dipisahkan oleh hutan, daerah pertanian, rawa-rawa yang seolah tak tersentuh oleh pembangunan.

Ini tentu berbeda dengan di Indonesia. Keberhasilan dinilai, karena Jakarta telah tersambung dengan kota penyangga, Bogor, Tangerang, Bekasi, dan Depok. Demikian juga dengan Bandung-Cimahi, Medan-Tanjungmorawa, atau Makasar-Maros. Padahal tata kota macam itu juga ada di Indonesia. Kotamadya ada mesjid Agung, dan semakin ke ke desa mesjidnya semakin mengecil.

Persoalannya ada pada sistem pembangunan jalan. Seluruh kota disini, jalannya dibangun seperti di kompleks perumahan. Pendek2 tapi banyak, membentuk grid, kotak-kotak. Mereka-mereka yang ngotot harus di pinggir jalan, semuanya kebagian. Akibatnya kota menjadi melebar. Tidak memanjang mengikuti garis jalan raya penghubung antarkota. Kota pun menumpuk pada satu bagian tertentu saja.

Andai ini dipraktekkan di Jakarta, maka daerah Kukusan, di belakang kampus UI, tidak lagi menjadi kawasan terbelakang. Dan itu berarti, keputusanku untuk membeli tanah disana, menjadi benar adanya. Seolah aku seorang perencana ulung yang berpikir futuristik, menatap jauh ke depan. Padahal dulu, pembelian itu hanya didasarkan satu hal: uangnya cuma cukup beli di kampung sana.

1 Comments:

At 1:06 AM, Anonymous Anonymous said...

horeee ada yg mau buka tempat kos baru nih di kukusan.. investasi bagus tuh.. :)

 

Post a Comment

<< Home

Pikiran, Ucapan, dan Perjalanan Saya Gambar perjalanan lain, klik disini