<body><script type="text/javascript"> function setAttributeOnload(object, attribute, val) { if(window.addEventListener) { window.addEventListener('load', function(){ object[attribute] = val; }, false); } else { window.attachEvent('onload', function(){ object[attribute] = val; }); } } </script> <div id="navbar-iframe-container"></div> <script type="text/javascript" src="https://apis.google.com/js/platform.js"></script> <script type="text/javascript"> gapi.load("gapi.iframes:gapi.iframes.style.bubble", function() { if (gapi.iframes && gapi.iframes.getContext) { gapi.iframes.getContext().openChild({ url: 'https://www.blogger.com/navbar.g?targetBlogID\x3d8495426\x26blogName\x3dPikiran,+Cerita,+dan+Perjalanan+Saya\x26publishMode\x3dPUBLISH_MODE_BLOGSPOT\x26navbarType\x3dBLUE\x26layoutType\x3dCLASSIC\x26searchRoot\x3dhttps://latiefs.blogspot.com/search\x26blogLocale\x3den_US\x26v\x3d2\x26homepageUrl\x3dhttp://latiefs.blogspot.com/\x26vt\x3d-3212747536842318622', where: document.getElementById("navbar-iframe-container"), id: "navbar-iframe" }); } }); </script>

Wednesday, January 26, 2005

30 Hari Mencari Nanda

Sebulan sudah si kembar Sayid Husein Azzaheir dan Sayid Hasan Azzaheir berpisah dari ayah dan ibunya. Balita berumur 2,5 tahun itu, terpisah dari ayahnya, ketika gelombang tsunami menghantam rumahnya, di Perum Polayasa Pratama, Kaju, Darussalam, Aceh Besar, 26 Desember lalu.
Besar kemungkinan, ananda Husein dan Hasan, --yang pagi itu bisa jadi tengah memirsa Dora Emon-- telah menghadap Sang Khalik, bersama hampir 120 ribu anak manusia lainnya. Bencana itu sedemikian hebatnya. 500 ribu warga Aceh kini hidup berbekal belas kasih bantuan, 5.800 km jalan hancur, 490 jembatan runtuh.

Bencana itu, juga membuat 117 ribu anak-anak Aceh kehilangan sekolah. Mereka juga kehilangan guru, teman, dan masa kanak-kanak yang ceria. Tepat sebulan, sekolah pun dimulai lagi. Sebagian bersekolah di bawah tenda, sebagian lagi dialam terbuka. Mereka diberi kurikulum tambahan: mengatasi trauma. Di jalan-jalan Banda Aceh, kini banyak orang yang berjalan linglung. Seolah mencari sesuatu, lalu duduk, kemudian memandang kosong. Banyak pula yang berjalan beriringan, tanpa tujuan, hanya dipandu oleh rasa putus asa dan ingin mencapai sesuatu tempat yang aman.

Sebulan sudah bencana itu. Bantuan demi bantuan mengalir. Tapi banyak pula cerita miring. Bantuan menguap, TNI dan GAM yang tiada henti bertempur, RI-1 dan RI-2 yang tak segendang sepenarian, relawan yang (juga) wisatawan. Ah, belum cukupkah kiamat ini sebagai peringatan, wahai Tuan Pembesar? Anak-anak di Aceh itu tak menuntut banyak. Mereka hanya ingin menyanyikan lagu "Desaku", dengan keceriaan yang sama dengan anak sebayanya dibelahan bumi Indonesia yang lain. Meskipun, desa itu tak lagi permai, handai taulan itu tak lagi lengkap.

//Desaku yang kucinta/ pujaan hatiku/ Tempat ayah dan bunda/ dan handai taulanku/ Tak mudah kulupakan/ tak mudah bercerai/ Selalu kurindukan/ desaku yang per....//

0 Comments:

Post a Comment

<< Home

Pikiran, Ucapan, dan Perjalanan Saya Gambar perjalanan lain, klik disini