Menuai Janji Menunai Bhakti
Assalamu Alaikum Pak Nur,
Pagi ini mungkin amat menyenangkan buat Antum. Kantor berita Antara mengabarkan, Menteri Dalam Negeri sudah mengeluarkan surat pelantikan walikota Depok. Artinya goro-goro yang menyelimuti perjalanan anda menuju bangku tertinggi di Depok, telah lampau. Maka tak lama lagi, hari ini, besok, atau lusa, Antum akan menyusuri jalan Margonda Raya untuk menuju kantor Walikota. Kalau Antum tetap tinggal di Kompleks Tugu Asri, begitu keluar kompleks, Antum akan disambut baliho besar, “Anda memasuki kawasan tertib lalulintas” persis di pangkal jalan Margonda Raya. Kelak beberapa meter setelah melewati baliho itu, Antum akan tau, bahwa pesan itu hanya omong kosong tanpa makna.
Seratus meter setelah pesan itu, deretan angkot ngetem di simpang jalan kober akan mengganggu kelancaran perjalanan Antum. (Kecuali kalau Antum mau berlaku seperti pejabat lain yang gila kuasa, dipandu vorijders). Penghambat lainnya adalah penyeberang jalan. Karena disini salah satu pintu masuk ke kampus UI bagi pejalan kaki.
Kemacetan sejenis, akibat angkot ngetem, berhenti sembarangan, dan penyeberang yang mengadu peruntungan, akan banyak Antum temui sepanjang Margonda Raya. Sebab selain beberapa kampus, di jalan Margonda ini banyak mal dan pertokoan. Belum lagi, sepanjang jalan Margonda berderet pertokoan yang membuat Depok tak punya kota terpusat, layaknya sebuah pusat kota. Warung-warung menjadikan trotoar sebagai tempat parkir. Sedangkan penjaja mobil, merebut jatah pejalan kaki itu untuk ajang pamer.
Kata orang bijak, pribadi sebuah bangsa bisa dilihat dari lalulintasnya. Lantas apa makna kemacetan ini buat Antum? Tidakkah ini menujumkan sebuah keadaan salah urus. Margonda ibarat nenek tua yang tak sanggup lagi menyunggi beban, tetapi ke pundaknya beban baru terus menerus diembankan.
Ini karena pemerintah berlaku seperti calo. Mengutamakan keuntungan, tak peduli akibat perbuatannya ruang publik terebut. Pak Nur, aku yakin warga sudah muak dengan semua ini. Buktinya warga memilih Antum, bukan saingan anda, incumbent walikota. Pasti karena warga menginginkan perubahan.
Cukup banyak permintaan kami sebagai warga. Tentu saja sebagai politisi cum ulama, Pak Nur mahfum kisah teladan ini.Yakni ketika Umar bin Abdul Aziz, khalifah dari Bani Umayyah terpilih sebagai khalifah. Ia justru menangis tersedu. Bukan karena gembira, tapi oleh kesedihan mendalam karena harus memikul tanggungjawab berat. Yang semuanya harus pula dipertanggungjawabkan bukan hanya di depan DPRD, tapi di pengadilan maha tinggi, mahkamah Allah Swt. Akhirul kalam, selamat bertugas, Pak Nur. Wassalam!
2 Comments:
Om Bukannya dah di " Makin asyik aje..." kok ada logo "satu untuk semua...?".
berat tugas pak wali kota nih.. depok tea... duh!
Post a Comment
<< Home