<body><script type="text/javascript"> function setAttributeOnload(object, attribute, val) { if(window.addEventListener) { window.addEventListener('load', function(){ object[attribute] = val; }, false); } else { window.attachEvent('onload', function(){ object[attribute] = val; }); } } </script> <div id="navbar-iframe-container"></div> <script type="text/javascript" src="https://apis.google.com/js/platform.js"></script> <script type="text/javascript"> gapi.load("gapi.iframes:gapi.iframes.style.bubble", function() { if (gapi.iframes && gapi.iframes.getContext) { gapi.iframes.getContext().openChild({ url: 'https://www.blogger.com/navbar.g?targetBlogID\x3d8495426\x26blogName\x3dPikiran,+Cerita,+dan+Perjalanan+Saya\x26publishMode\x3dPUBLISH_MODE_BLOGSPOT\x26navbarType\x3dBLUE\x26layoutType\x3dCLASSIC\x26searchRoot\x3dhttps://latiefs.blogspot.com/search\x26blogLocale\x3den_US\x26v\x3d2\x26homepageUrl\x3dhttp://latiefs.blogspot.com/\x26vt\x3d-3212747536842318622', where: document.getElementById("navbar-iframe-container"), id: "navbar-iframe" }); } }); </script>

Saturday, November 19, 2005

Hari-hari Telor Iris

Dengan nafas ngos-ngosan kutanjaki jalanan berbatu tak mulus itu. Pas di sebuah belokan, aku kaget dan sontak melompat. Nyaris kasip. Segayung air yang disiramkan seorang ibu untuk menghela debu jalanan, hampir mengguyurku. Sedikit cipratan di sepatu, tak menghalangiku meneruskan lari pagi.

Ini memang bukan jalur nikmat untuk berolahraga. Jalan rusak, sempit, dan menembus perkampungan padat penghuni. Kalah jauh dibanding berlari di kampus UI. Tapi tak apa. Aku harus membagi waktu bersosialisasi dengan warga sekitar. Ada sih pilihan lain: shalat berjamaah di mesjid. Tapi aku putuskan menghindari pilihan kedua. Dalam kondisi perang melawan terorisme dewasa ini, harus bijak memilih langkah. Betul..?

Bayangkanlah jika kejadian-kejadian di televisi menimpa anda. Ada seseorang yang menyebut nama anda terlibat terorisme. Lalu sejumlah orang bersenjata merangsek, membekuk, membekap, menutup muka, dan membawa anda di bawah pengawalan ketat. Tak lama, gambar kejadian itu sudah nongol di televisi. Dilengkapi wawancara dengan tetangga: orangnya tertutup, tidak bergaul, rajin ke mesjid, temannya sering datang. Kamera pun menyoroti semua yang berbau Islam, sajadah, ayat kursi yang menempel di dinding, buku-buku agama (istimewanya) yang mengandung kata jihad. Ih....

Sungguh aku tak mau itu menimpa. Apalagi namaku berbau Timur Tengah, plus kumis, jenggot, dan jambang. Potongan-potongan yang sempurna buat televisi mendapukku sebagai teroris. Tak peduli bahwa dituduh saja sejatinya belum memiliki kekuatan hukum apapun. Tapi cara televisi menyajikan berita terkait terorisme, benar-benar bikin miris.

Lupakan teroris. Keringat yang meleler semakin deras. Lebih dari setengah jam aku berlari. Aku harus berbalik arah. Di rumah pasti sudah menunggu kopi susu, dan nasi goreng telor iris. Hmmmm....

2 Comments:

At 10:11 PM, Blogger mpokb said...

waks, abis joging terus makan.. enakee.. apalagi disambung jujur kacang ijo..

 
At 7:41 PM, Anonymous Anonymous said...

hehehe... nasi goreng n telor irisnya mau juga dong eyang. eyang pa kabar? lama banget ya gak say hello...yutie liburnya lama banget... seh...

 

Post a Comment

<< Home

Pikiran, Ucapan, dan Perjalanan Saya Gambar perjalanan lain, klik disini