<body><script type="text/javascript"> function setAttributeOnload(object, attribute, val) { if(window.addEventListener) { window.addEventListener('load', function(){ object[attribute] = val; }, false); } else { window.attachEvent('onload', function(){ object[attribute] = val; }); } } </script> <div id="navbar-iframe-container"></div> <script type="text/javascript" src="https://apis.google.com/js/platform.js"></script> <script type="text/javascript"> gapi.load("gapi.iframes:gapi.iframes.style.bubble", function() { if (gapi.iframes && gapi.iframes.getContext) { gapi.iframes.getContext().openChild({ url: 'https://www.blogger.com/navbar.g?targetBlogID\x3d8495426\x26blogName\x3dPikiran,+Cerita,+dan+Perjalanan+Saya\x26publishMode\x3dPUBLISH_MODE_BLOGSPOT\x26navbarType\x3dBLUE\x26layoutType\x3dCLASSIC\x26searchRoot\x3dhttps://latiefs.blogspot.com/search\x26blogLocale\x3den_US\x26v\x3d2\x26homepageUrl\x3dhttp://latiefs.blogspot.com/\x26vt\x3d-3212747536842318622', where: document.getElementById("navbar-iframe-container"), id: "navbar-iframe" }); } }); </script>

Saturday, October 29, 2005

Tape Perekam Rindu

Sudah dua hari ini, Mpok Nung tidak berjualan. Padahal usaha pecel lele dan nasi goreng, menjadi tumpuan hidup tetangga kami itu. Tak ada yang membantu, katanya saat kutanya. Selama ini suami istri itu dibantu oleh saudara sekampung suaminya. Tapi sejak tiga hari lalu, sang asisten ngotot pulang kampung. Mudik. Iming-iming tambahan gaji tak membuatnya bergeming. Ia sudah tidak konsentrasi bekerja. Daripada celaka, ketumpahan minyak penggoreng lele misalnya, lebih baik diikhlaskan saja.

Ya, mudik. Ritual melelahkan fisik dan menguras kantong selalu berulang setiap tahun. Dilakoni dengan rasa keriaan mendalam. Tak peduli kemacetan durjana yang melelahkan raga. Tak hirau pelayanan angkutan publik yang aca kadut. Kata cerdik cendekia, mudik adalah oase. Ini adalah ziarah jiwa yang lelah oleh kejamnya dunia, dan pulang kepada ketenangan yang muncul saat berkumpul dengan sanak saudara dan handai taulan. Dan kerinduan yang membuhul, terkadang hanya karena makanan kecil masakan emak. Masakan emak membangkit ingatan bawah sadar, dan banyak hal jasmaniah masa lalu.

Pun aku. Lebaran di rumah emak, berarti segantang tape pulut (orang jakarte bilang ketan) yang manisnya bukan kepalang. Berkali kucoba tape pikulan berbungkus daun pisang, juga dalam kemasan higienis ala supermarket. Jangankan sebanding, dekat-dekat saja tidak. Tape itu mampu membuat kami ingin segera pulang, meninggalkan anjangsana ke tetangga. Ah, itu khan dipengaruhi kelaziman masa kanak-kanak dan rasa uber alles anak terhadap karya ibunya belaka.

Tape buatan emak, memang fenomenal dan dibumbui ritual diluar akal. Setelah ketan dikukus dan didinginkan, emak akan bertitah supaya yang tidak siap jiwa raga meninggalkan dapur sebelum ia mulai melamurkan ragi. Yang hatinya tidak gembira, sedang (maaf) datang bulan harap menyingkir. Aku termasuk korban ekstradisi, di persona non grata. Karena suatu kali ketika muda, saat ragi mulai digelontor, aku membuang gas beracun. Kontan tape asam.

Setelah besar, aku berani mendebat pendapat ini. Aku bilang ini adalah proses biologi bin kimiawi hasil fermentasi belaka. Mungkin kualitas ragi tidak sebagus sebelumnya. Tidak ada relasi dengan suasana hati dan gas beracun tadi. Sia-sia aku mengajak emak menghitung jumlah berhasil dan gagal, lalu mendedahnya dengan hitung-hitungan probabilitas dan statistika. Sudahlah, sebagai orang tua, ia memiliki wilayah pengetahuan yang tak dapat dipenuhi oleh studi literatur.

Ritus belum usai. Ketan berlumur ragi itu pun ditutup dengan daun keladi. Harus daun keladi, bukan daun lain. Lalu sejumlah cabe merah diletakkan di atas daun, dan dibalut berhelai-helai kain butut. Dandang yang sudah dibalut tadi diletakkan di atas lemari. Harus disana, karena bila dilangkahi, alamat tape asamlah yang akan diperoleh. Tape untuk lebaran ini, dibuat tiga hari sebelumnya. Selalu begitu. Supaya pas lebaran, puncak manisnya tercapai. Maka tidak boleh diendus, apalagi diintip. Pokoknya sehabis salat id, ziarah ke makam ayah, tape manis luar biasa itu sudah tersaji.

Begitulah. Emak mengajarkan makna generik sebuah kesederhanaan pikir, bahwa dalam kehidupan ada hal-hal yang tak dapat dirumuskan, di-matematika-kan, atau ditata lewat aturan simbolik. Sebagai keluarga petani, ia lekatkan lewat tauladan pola pikir "tak ada mengetam, tanpa menanam", atau "mau berada harus berusaha".

Demikian pula hubungan kita sesama manusia. Tak ada rumusan salah benar yang abadi dan universal. Bisa jadi kita sering berada dalam getaran gelombang yang berbeda. Aku pikir itu suka, ternyata buat kalian duka. Aku rasa itu gurau, kalian baca itu galau. Aku maksud keramahan, kalian tangkap sebagai kemarahan. Banyak lagi. Lebaran pun segera tiba. Maafkan lahir bathin. Semoga kesalahan-kesalahan yang kita buat selama ini, menjadikan kita banyak belajar, untuk kemajuan pemikiran dan perasaan yang lebih baik. Tabeek...!!!

0 Comments:

Post a Comment

<< Home

Pikiran, Ucapan, dan Perjalanan Saya Gambar perjalanan lain, klik disini