<body><script type="text/javascript"> function setAttributeOnload(object, attribute, val) { if(window.addEventListener) { window.addEventListener('load', function(){ object[attribute] = val; }, false); } else { window.attachEvent('onload', function(){ object[attribute] = val; }); } } </script> <div id="navbar-iframe-container"></div> <script type="text/javascript" src="https://apis.google.com/js/platform.js"></script> <script type="text/javascript"> gapi.load("gapi.iframes:gapi.iframes.style.bubble", function() { if (gapi.iframes && gapi.iframes.getContext) { gapi.iframes.getContext().openChild({ url: 'https://www.blogger.com/navbar.g?targetBlogID\x3d8495426\x26blogName\x3dPikiran,+Cerita,+dan+Perjalanan+Saya\x26publishMode\x3dPUBLISH_MODE_BLOGSPOT\x26navbarType\x3dBLUE\x26layoutType\x3dCLASSIC\x26searchRoot\x3dhttps://latiefs.blogspot.com/search\x26blogLocale\x3den_US\x26v\x3d2\x26homepageUrl\x3dhttp://latiefs.blogspot.com/\x26vt\x3d-3212747536842318622', where: document.getElementById("navbar-iframe-container"), id: "navbar-iframe" }); } }); </script>

Wednesday, October 12, 2005

Alam Takambang Jadi Guru

Perempuan itu sungguh tabah. Berulangkali penumpang yang mau turun dan naik, tersendat oleh lututnya. Namun ia bergeming, tak mau bergeser tetap duduk di dekat pintu. Teriakan sopir agar mengisi bagian dalam dulu, diacuhkannya. Memang, meski mendung menggayut, udara terasa pengap. Agaknya hujan akan segera turun. Duduk di dekat pintu diterpa semilir angin adalah pilihan tepat.


Suasana Jakarta jika diterpa hujan

Namun malang tak dapat ditolah, untung tak dapat diraih. Lepas perapatan Pasar Rebo, rintik mulai menitik. Perlahan tapi pasti tempias mulai masuk menggantikan semilir angin. Si mbak itu mulai gelisah. Berulang ia memandang ke arah dalam, mencari tempat kosong untuk pindah. Apa lacur, angkot sudah penuh. Sesekali ia melap wajahnya yang terbasuh air hujan. Tak cuma kebagian tempias, sesekali jika angkot melewati jalanan yang sudah memayau, ia kebagian cipratan. Kenikmatan dan sengsara begitu cepat bersilih.

Begitu ada yang turun, si mbak langsung ngeloyor masuk. Meninggalkan kursi yang disenanginya sedari tadi. Alam menegornya, membuat ketabahannya, kerelaannya disenggol orang demi kenyamanan pribadi, rontok. Alam telah menjadi guru yang baik. Ya, alam pun bicara. Kupandangi jalanan yang sudah mirip sungai, paya-paya kecil. Air hujan tak tau lagi kemana hendak pergi, selain memenuhi jalanan. Rawa-rawa sudah berubah menjadi gedung tinggi. Sungai sudah menjadi tempat sampah raksasa. Selokan sudah tertutup entah oleh sampah atau sengaja ditutup. Seperti selokan di jalan Kober menuju rumahku. Ditutup oleh sekelompok pengojek, demi sebuah pangkalan yang nyaman.

Maka hujan sebentar saja, Jakarta tak lagi metropolis. Jauh dari kemewahan. Teringat aku Amsterdam, kota yang berada dibawah permukaan laut, tapi tak tergenang meski hujan lebat. Ah, tak elok membanding sesuatu yang tak sebanding. Tapi elok merenungkan nasehat Cornelis Chastelein, seorang Belanda, tuan tanah eks pegawai (pejabat) VOC yang pada era 1700-an diberi wewenang menangani tanah luas yang kini menjadi Depok. Chastelein berwasiat:

"... MAKA hoetan jang laen jang disabelah timoer soengei Karoekoet sampai pada soengei besar, anakkoe Anthony Chastelein tijada boleh ganggoe sebab hoetan itoe misti tinggal akan goenanya boedak-boedak itoe mardaheka, dan djoega mareka itoe dan toeroen-temoeroennja tijada sekali-sekali boleh potong ataoe memberi izin akan potong kajoe dari hoetan itoe boewat penggilingan teboe... dan mareka itoe tijada boleh bikin soewatoe apa djoega jang boleh djadi meroesakkan hoetan itoe dan kasoekaran boeat toeroen-temoeroennja,..."

Sedikit banyak kasoekaran yang disebut toewan Cornelis Chastelein mulai muncul di depan mata.

1 Comments:

At 2:58 AM, Blogger mpokb said...

depok kota petir kan yak bang? sedia payung sebelum hujan.. sedia juga bajigur, kupi, pisang goreng.. lho?? heheh :P

 

Post a Comment

<< Home

Pikiran, Ucapan, dan Perjalanan Saya Gambar perjalanan lain, klik disini