Bus Kota Yang Kutunggu
Butir-butir air memukul kaca jendela bus. Lalu pecah menjadi aliran, mengaburkan pandang ke depan. Ada sedikit kemacetan di dekat lampu merah, bundaran dekat gereja Katedral. Kemacetan bukan karena hujan, tapi pembangunan zebra cross di depan mall Chapelfield yang akan dibuka November nanti.
Kemacetan kecil yang tak urung membuatku resah. Karena selama setahun tinggal disini, nyaris tidak pernah bersua kemacetan berarti. Dan kurang dari sebulan, kami akan kembali kepelukan Jakarta tercinta. Yang artinya berpelukan dengan kemacetan durjana itu. "Sekarang makin parah", adalah kabar yang aku terima setiap bertanya soal kemacetan.
Syukurlah, Jakarta juga berbenah soal mengatasi kemacetan ini. Ada perubahan trayek bis, supaya pengguna busway maksimal. Ada pula iming-iming tiket berhadiah buat pengguna KRL, agar bayar tiket resmi, dan yang pengguna moda lain beralih ke KA.
Sebuah usaha yang patut diacungi jempol, meskipun sangat kentara upaya ini tidak didasari frame work yang benar. Mestinya, PT KAI mengadakan survei, kenapa orang naik kereta. Aku setengah yakin, jawaban: "tak ada pilihan lain" menjadi jawaban favorit. Lihatlah wajah angkutan umum rakyat itu. Setiap hari berjejal, tak aman apalagi nyaman. Jawaban paling mudah atas tuntutan kenyamanan dan keamanan ini: "gitu aja tetap ramai kok".
Akhir Agustus nanti, Norwich, akan meresmikan terminal. Rupanya, Pemda Norwich sudah membaca akan ada peningkatan kemacetan. Sebelum ini mereka luncurkan 6 jalur Park and Ride, sistem angkutan bersinergi dengan parkir. Misalnya, kalau Park n Ride ini ada di Lebak Bulus, maka pengguna mobil dari Ciputat, Bintaro, dan Fatmawati memarkir kenderaan disana dan beralih ke bus yang membawanya masuk ke tengah kota. Mereka dirangsang dengan harga yang murah, sementara biaya parkir di tengah kota mencekik leher. Pemda Norwich mengklaim, sistem ini menahan masuknya seribu kenderaan setiap hari.
Pengguna angkutan umum juga dimanja dengan sistem pertiketan berjenjang. Membeli dalam jangka panjang semakin murah. Maka harga harian lebih mahal dari mingguan, bulanan, apalagi tahunan. Sampai disini, tampak paradigma berbeda antara disini dengan kebijakan Jakarta. Disini, pengguna bus lebih diuntungkan dibanding pengguna mobil pribadi. Mulai dari harga, sampai kemudahan menuju lokasi yang dituju. Bayangkan, kalau harus parkir jauh dari pusat kota, dengan biaya selangit, sementara bus berhenti di tengah kota.
Kalau saja penguasa kota bisa membuktikan naik angkutan umum dan kereta api lebih nyaman dan aman ketimbang naik mobil pribadi, maka tanpa iming-iming motor pun, warga akan berebutan. Semoga.
4 Comments:
ah .. bener ya? ternyata keamanan lebih di pentingkan daripada sejuta iming² hadiah .. :) karena nyawa lebih berharga daripada jutaan hadiah tadi ;)
Baru baca komentar di boul.or.id
Masa' sih sampe expired? Saya waktu itu lgsg di-approve. Lumayan cepat kok prosesnya...
baru saja blok m jd sorotan gara2 rute sekian bus dialihkan dan diubah total. hari ini lagi2 dalam sorotan gara-gara sijago merah mengamuk di pasar milik pd pasar jaya. dan lagi-lagi, geremengan awam curiga karena konon pemda mau renovasi saja. lalu bak pendekar silat, bang yos sibuk tangkis sana elak sini. bilang 'saya dak nyuruh bakar'. lho kaloo gitu?...
Thanks for info.
kelinci
Post a Comment
<< Home