<body><script type="text/javascript"> function setAttributeOnload(object, attribute, val) { if(window.addEventListener) { window.addEventListener('load', function(){ object[attribute] = val; }, false); } else { window.attachEvent('onload', function(){ object[attribute] = val; }); } } </script> <div id="navbar-iframe-container"></div> <script type="text/javascript" src="https://apis.google.com/js/platform.js"></script> <script type="text/javascript"> gapi.load("gapi.iframes:gapi.iframes.style.bubble", function() { if (gapi.iframes && gapi.iframes.getContext) { gapi.iframes.getContext().openChild({ url: 'https://www.blogger.com/navbar.g?targetBlogID\x3d8495426\x26blogName\x3dPikiran,+Cerita,+dan+Perjalanan+Saya\x26publishMode\x3dPUBLISH_MODE_BLOGSPOT\x26navbarType\x3dBLUE\x26layoutType\x3dCLASSIC\x26searchRoot\x3dhttps://latiefs.blogspot.com/search\x26blogLocale\x3den_US\x26v\x3d2\x26homepageUrl\x3dhttp://latiefs.blogspot.com/\x26vt\x3d-3212747536842318622', where: document.getElementById("navbar-iframe-container"), id: "navbar-iframe" }); } }); </script>

Sunday, August 14, 2005

Ingin Murah Sebut Car Boot

Matahari sudah sepenggalah, ketika kami tiba di lapangan luas itu. Setelah menaruh mobil di tempat parkir tanpa penjaga, kami berjalan menyusuri jalan tanah. Sesekali menutup rapat muka, menghindari debu bila ada mobil melintas. Puluhan, mungkin mencapai seratusan, mobil dengan bagasi terbuka berjejer rapi membentuk shaf. Sebagian menggunakan meja sebagai tambahan untuk menggelar dagangan.


Sudah lama aku berminat mendatangi pasar bernama Car Boot Sale ini. Karena tempatnya di luar kota, dan tidak dilayani jalur bus, maka harapan tinggal harapan. Hari ini kesempatan itu terwujud, karena Mas Dono, mantan Lurah PPI Norwich, yang sudah pindah ke Sandy, datang dan mengajak kesini. Sebelumnya aku pernah ke Car Boot dekat kampus UEA yang bisa dijangkau dengan sepeda. "Itu belum seberapa, ntar deh aku ajak ke yang lebih gede," begitu pak Lurah berpromosi.


Sebutan Car Boot bermula dari model berniaga dengan meletakkan dagangan di bagasi mobil. Ini ciri khas yang terus dipertahankan. Dan, yang terpenting, harga yang sungguh sangat murah. Mulai dari mainan anak-anak, baju, sepatu, buku, CD, tanaman, sepeda hingga mobil. Jangan silap, semuanya adalah bekas.

Meski ada ratusan pedagang, suasananya tenang. Tak ada teriakan mikropon kualitas rendah menjajakan dagangan. Tak ada "pemaksaan" atau pertanyaan ringan macam "yang mana pak", "ayo..ayo barang bagus". Si penjual duduk saja menghirup kopi, sampai kita yang bertanya. Mereka juga tertib membentuk jalur-jalur, sehingga pembeli yang berkorsi roda dan membawa dorongan bayi pun nyaman berbelanja.

Ketika hari semakin tinggi, di tangan sudah terjinjing 10 buku hardcover senilai 12 Pound. Salah satunya adalah buku tentang Mao, The Unknown Story, yang baru keluar dua bulan lalu dengan harga asli 25 Pound. Harga dan sistem berjualan di Car Boot ini memang unik. Dugaanku, mereka tak mencari untung. Tapi mencari kesibukan, dan menggunakan kesempatan ini untuk bersosialisasi belaka. "Bapakku gila baca, jadinya rumah kami penuh oleh buku. Saya jual saja sebagian", kata seorang pedagang yang aku soal mengapa menjual buku yang seharusnya dikoleksi ini.

Mengurangi isi rumah, itulah salah satu makna perniagaan ini. Karena rumah yang kecil, sedangkan model terus berganti, maka perlu ada pergantian stok. Ada juga karena, rumah yang harus dikosongin, karena rumah akan segera dilelang, atau penghuninya yang manula akan segera masuk panti jompo (nursing house).

Tak heran, mobil yang digunakan tergolong mewah. Ada jeep Landrover, Nissan Terrano, Mitshubishi Pajero. Karena tidak berniat mengambil untung, maka aroma persaingan pun nihil. Mungkin ini yang membedakan pasar ini dengan pasar kaget Minggu pagi di kampus UI Depok. Semua berusaha berdagang di pintu masuk, tak peduli disana sudah sesak bahkan sulit untuk berjalan. Atau empet2an itu juga merupakan seni saudagar jalanan?

0 Comments:

Post a Comment

<< Home

Pikiran, Ucapan, dan Perjalanan Saya Gambar perjalanan lain, klik disini