Senja di Margonda
Kakek itu berdiri tak gagah. Mengenakan kaus cap angsa warna putih, ikat pinggang besar berwarna hijau, dan celana komprang khas jagoan betawi, ia sepantasnya disapa engkong. Sedari tadi ia menatap arus lalulintas di jalan Margonda yang tak kunjung sepi. Ia ingin menyeberang, tapi beberapa kali tertunda. Terkadang ia sudah masuk selangkah dua, tapi motor yang tak kenal ampun melintas sebat persis di sebelah rusuknya. Ia tentu iri dengan mahasiswa yang nekat menyebrang disela laju kenderaan, hanya dengan melambaikan tangan. Tapi si engkong tentu tak sanggup mengikutinya, karena langkahnya tak lagi gesit dan tindakannya tak tangkas.
Aha, seorang polisi yang dari tadi mengatur lalulintas diseberang, berlari ke arah engkong. Mendekat, bapak polisi tak berlari ke arah si engkong. Rupanya ia memburu pengendara motor yang pemboncengnya tak memakai helm. Dapat, polisi itu kembali menyeberang ke tempat semula. Si engkong, sama dengan aku, yang tak sadar hak, membiarkan polisi berlalu.
Hak menyeberang dengan aman dan nyaman, memang tak pernah terpikirkan. Pun aku. Sebelum pergi ke tanah Blair, aku tak sadar bahwa menyeberang, trotoar itu adalah sesuatu yang harus diperoleh pejalan kaki. Maka, menyeberang pun menjadi ritual yang penuh perjuangan dan penuh kewaspadaan, plus mengadu takdir. Aku pandangi mahasiswa/i itu menyeberang dengan melambai, meliuk, memperlambat, mempercepat, menghindar diantara arus kenderaan yang tak sedikit jua melambatkan laju.
Ingat aku, grandpa dan grandma di Norwich yang menyeberang tanpa kerut dan takut. Berjalan lambat layaknya sepuh, memb
Ini Norwich, bukan Depok
Andai para mahasiswa itu menyisakan sedikit suara, spanduk, dan cat sisa unjuk rasa anti BBM, untuk berdemo menuntut penyeberangan yang layak. Bukankah keamanan dan kenyamanan menyeberang itu, juga hak. Meskipun barangkali, demo ini tak sehebat dan seheboh demo anti BBM yang heroik itu.
Andai pula, para pengembang yang menjadikan sepanjang Margonda sebagai pusat kota yang panjang, mau menyisakan rezeki membangun penyeberangan yang layak. Selain sebagai fasilitas, mempermudah calon pembeli masuk toko mereka, sebutlah ini sebagai bagian dari community development, membagi kebajikan bagi warga sekitar, yang pastilah ada bagian hidupnya yang terampas akibat pembangunan itu.
Senja semakin turun. Aku tinggalkan jalan Margonda yang semakin ramai oleh pedagang yang bersiap mendirikan tenda. Di atas trotoar tentu saja.
3 Comments:
Menjelang ramadhan tahun ini,dengan segala kerendahan hati saya memohon untuk dimaafkan atas semua kekhilafan dan kesalahan, baik sengaja ataupun tidak.Mungkin dari ucapan dan sikap saya ada yang kurang berkenan buat teman2 semua , maafin yah ^_^ "Semoga Puasanya diterima Allah SWT Aminnn SELAMAT MENUNAIKAN IBADAH PUASA 1426 H Salam
NO PEDESTRIAN HERE!!! hehehehe..welcome yo the jungle eyang
Kangen depok,, Walopun brantakan kotanya entah mengapa gw kangen.. Skr lagi terdampar di negri orang soalnya,,
Post a Comment
<< Home