<body><script type="text/javascript"> function setAttributeOnload(object, attribute, val) { if(window.addEventListener) { window.addEventListener('load', function(){ object[attribute] = val; }, false); } else { window.attachEvent('onload', function(){ object[attribute] = val; }); } } </script> <div id="navbar-iframe-container"></div> <script type="text/javascript" src="https://apis.google.com/js/platform.js"></script> <script type="text/javascript"> gapi.load("gapi.iframes:gapi.iframes.style.bubble", function() { if (gapi.iframes && gapi.iframes.getContext) { gapi.iframes.getContext().openChild({ url: 'https://www.blogger.com/navbar.g?targetBlogID\x3d8495426\x26blogName\x3dPikiran,+Cerita,+dan+Perjalanan+Saya\x26publishMode\x3dPUBLISH_MODE_BLOGSPOT\x26navbarType\x3dBLUE\x26layoutType\x3dCLASSIC\x26searchRoot\x3dhttps://latiefs.blogspot.com/search\x26blogLocale\x3den_US\x26v\x3d2\x26homepageUrl\x3dhttp://latiefs.blogspot.com/\x26vt\x3d-3212747536842318622', where: document.getElementById("navbar-iframe-container"), id: "navbar-iframe" }); } }); </script>

Monday, February 07, 2005

Bis Menuju Sorga

Antrian di pintu sorga semakin panjang. Di barisan depan, nampak sejumlah pemuka agama. Tapi malaikat penjaga tak kunjung membuka gerbang. Hingga suatu saat, malaikat yang sedari tadi waspada, memanggil seseorang dari barisan jauh di belakang. Lelaki kurus, berpakaian kumuh itu maju, diikuti sejumlah mata yang menghunjam tajam. Lelaki itu, seorang sopir bis AKAP (antar kota antar propinsi) lalu dipersilakan masuk, mendahului pemuka agama yang segera protes keras. Malaikat menjelaskan dengan tenang. ["Sebagai sopir antar kota, ia membuat penumpangnya melek dan berzikir mengingat Allah. Kalian kebanyakan berzikir, tapi umatmu justru tertidur"]


Grrrr...., suara tawa pun memenuhi ruangan, disaat lelucon itu dilontarkan seorang intelektual muda Islam. Sebut saja namanya Abu. Abu lalu melanjutkan, bahwa leucon satiris ini ia maksudkan, bahwa berbuat kebajikan bagi sesama itu jauh lebih penting. Banyak orang lupa, bahwa melayani publik, adalah amalan yang mendatangkan pahala. Agama semestinya menjadi pegangan untuk membahagiakan manusia, agar sama-sama khusu' menyembah Sang Khalik.


Aku menempatkan lelucon ini dalam konteks pelayanan publik. Bukan diskusi agama. Seorang teman yang pernah menyisiri Eropa dan pernah pula naik haji bilang, "Orang Arab Islam, tapi pelayanan publiknya tidak islami. Sedang orang Eropa, sangat islami". Apa misalnya. Di belahan Eropa, banyak ditemui air minum yang bisa langsung dari kran. Indonesia, sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia, jangan coba minum langsung dari kran, kalau tak siap masuk UGD. Padahal Allah pertama kali menurunkan air yang bisa diminum tanpa dimasak itu adalah di tanah Islam, yakni air zamzam.


Selain air minum, bukti fisikal menonjol pemuliaan manusia adalah pelayanan terhadap orang cacat. Bus, gedung, jalan raya dibuat aksessibel terhadap orang cacat. Berbekal kursi roda, seorang cacat bisa berjalan-jalan tanpa pendamping. Ada pintu, lift, bahkan wc khusus penyandang cacat. Dia juga dengan mudah naik bus, menyeberang, menjalankan kursi di pedestrian luas yang tak dimasuki ojeg. Di bus, ada jembatan knock-down untuk naik turun, ada area khusus untuk penempatan kursi.


Bisakah ini dipraktekkan di Indonesia? Tentu saja ya. Aku pernah ke Istana Bogor jaman Presiden Wahid berkuasa. Layaknya gedung bekas Belanda, banyak undakan disana. Nah, disebelah tangga, ada jalur khusus selebar satu meter. "Ini khusus dibuat untuk ibu Sinta Nuriyah (First Lady kala itu yang menggunakan kursi roda)". Gus Dur tak egois, mementingkan keluarga. Pada jamannya pula, stasiun kereta api Gambir diproklamirkan familiar terhadap orang cacat. Yah, alah bisa karena dimula. Semoga.

0 Comments:

Post a Comment

<< Home

Pikiran, Ucapan, dan Perjalanan Saya Gambar perjalanan lain, klik disini