<body><script type="text/javascript"> function setAttributeOnload(object, attribute, val) { if(window.addEventListener) { window.addEventListener('load', function(){ object[attribute] = val; }, false); } else { window.attachEvent('onload', function(){ object[attribute] = val; }); } } </script> <div id="navbar-iframe-container"></div> <script type="text/javascript" src="https://apis.google.com/js/platform.js"></script> <script type="text/javascript"> gapi.load("gapi.iframes:gapi.iframes.style.bubble", function() { if (gapi.iframes && gapi.iframes.getContext) { gapi.iframes.getContext().openChild({ url: 'https://www.blogger.com/navbar.g?targetBlogID\x3d8495426\x26blogName\x3dPikiran,+Cerita,+dan+Perjalanan+Saya\x26publishMode\x3dPUBLISH_MODE_BLOGSPOT\x26navbarType\x3dBLUE\x26layoutType\x3dCLASSIC\x26searchRoot\x3dhttps://latiefs.blogspot.com/search\x26blogLocale\x3den_US\x26v\x3d2\x26homepageUrl\x3dhttp://latiefs.blogspot.com/\x26vt\x3d-3212747536842318622', where: document.getElementById("navbar-iframe-container"), id: "navbar-iframe" }); } }); </script>

Saturday, March 12, 2005

Nasionalisme Kelam di B'Ham

Di depan stadionSupporter










Hallo..hallo Bandung
Ibukota Priyangan
Sudah lama beta tidak berjumpa dengan kau
sekarang telah menjadi lautan api
Mari bung, rebut kembali.....

Darahku berdesir kencang menyanyikan lagu ini, sabtu petang di Birmingham. Apalagi, ketika pebulutangkis Alven Yulianto dan Luluk Hadiyanto, yang namanya baru saja diumumkan sesaat sebelum lagu itu mengalun, muncul di court 2. Aku, istri, dan 8 teman dari Norwich, dan pelajar-pelajar Indonesia dari sejumlah kota di Inggris, terus bernyanyi, berteriak, mengibarkan merah putih, dengan kebanggaan dan rasa nasionalisme luar biasa.

Setelah berjuang 72 menit, Luluk dan Alven tunduk 12-15, 15-6, 10-15 dari pemain Denmark. Kami sungguh tak kuasa menahan duka. Terdiam sesaat, ditengah deru suara riang suporter Denmark. Dibawah sana, Luluk tak mampu menahan kecewa. Ia terduduk lesu di karpet, dibawah panggung penonton. Bajunya yang berpeluh diangkat ke dada. Berselonjor, dengan punggung terkulai bersandar. Terpuruk, terduduk, dan tersuruk.

Luluk dan Alven wajar kecewa. Alur permainan mereka dominasi. Hanya karena kesalahan sendiri, akhirnya mereka menelan pil pahit. Aku menangis dalam hati. Sebagai manusia biasa, pastilah Alven dan Luluk gulana bukan kepalang. Dalam hati aku bilang, malangnya negeriku. Bulutangkis adalah benteng terakhir penangkis anggapan bahwa Indonesia tidak memiliki suatu apapun yang bisa dibanggakan. Kini bulautangkis itu pun semakin terpuruk. Tak satu pun pemain Indonesia yang mencapai final. Padahal dulu, All Indonesian final sering terjadi di beberapa partai.

Malang buat kami yang datang jauh dengan membawa van besar 17 seats dari Norwich (3 jam perjalanan). Kekalahan pun diderita ganda campuran Nova Widiyanto dan Liliyana Natsir. Juga dari Denmark. Bendera pun dilipat, sambil keluar National Indoor Arena (The NIA) dengan teriakan tercekat.

Birmingham, Kota Seribu KanalTapi kami tak menyesal. Setidaknya, bisa sedikit membangkitkan rasa nasionalisme, tanpa harus menyandang senjata dan meneriakkan Ganyang Malaysia. Pertandingan yang masih tersisa kami abaikan. Kami menyusuri kota Birmingham, kota terbesar kedua di Inggris dengan perasaan gembira. Mungkin gembira dalam duka. Entahlah.

0 Comments:

Post a Comment

<< Home

Pikiran, Ucapan, dan Perjalanan Saya Gambar perjalanan lain, klik disini