Solar Kencing Berlari
Pergilah ke utara. Tepatnya kawasan jalan Yos Sudarso, Tanjungpriok. Disini solar dijual Rp 2000. Seratus perak dibawah harga resmi pemerintah. Jangan buru-buru menuding itu solar oplosan. Ini barang bagus. Bisa murah karena dibeli tanpa modal uang, tapi modal nekat. Nyawa, atau minimal kaki.
Para penjual solar eceran ini mendapat pasokan dari orang yang menyabung nyawa dengan membuka kran truk tangki yang sedang melaju. Truk yang baru saja mengisi di depo Plumpang, ketika melintas di jalanan macet, segara dipepet orang bermodal jeriken. Mereka menyebutnya "solar kencing". Bukan sekali dua terjadi kecelakaan, dengan korban nyawa atau patah kaki terlindas truk.
Itulah rahayat Indonesia. Gigih, berani, tangguh, patriot. Makanya, lembaga-lembaga dunia pun keheranan. UNDP yang mengeluarkan poverty line 2 dollar/hari, kagum bahwa bangsa yang 40 persen penduduknya berpenghasilan dibawah 2 dollar itu tetap hidup. Mereka hidup survive, subsisten karena lingkungannya.
Time edisi Eropa terbaru mengangkat soal kemiskinan. Pedih kita melihatnya. Potret kemiskinan Indonesia diumbar. Ada foto anak-anak tertidur di pelataran stasiun Cikini. Ada foto bapak-bapak mandi dilingkupi jemuran dengan latar belakang KRL melintas. Ada pemulung ditengah gunung sampah.
Padahal, kalau kita lihat dekat, tidaklah semenor pada gambar itu. Pemulung itu tetap bergembira. Gelandangan di pinggir kali, tetap nyaring menirukan lagu dangdut dengan riang.
Ah, manusia Indonesia memang unik dan ajaib. Bagi mereka senang dan susah, tipis sekali bedanya. Mungkin mereka pembaca The Prophet-nya Gibran, "Ketika manusia bercengkerama dengan kebahagiaan di tempat tidur, kesedihan sedang menunggu di kamar tamu". Bagaimana manusia bisa lari dari kebahagiaan atau kesedihan jika kita serumah dengan keduanya?
1 Comments:
hiks ,cuman bisa bilang kesian...malu ama diri sendiri yg selalu merasa blom kecukupan !!
Post a Comment
<< Home