<body><script type="text/javascript"> function setAttributeOnload(object, attribute, val) { if(window.addEventListener) { window.addEventListener('load', function(){ object[attribute] = val; }, false); } else { window.attachEvent('onload', function(){ object[attribute] = val; }); } } </script> <div id="navbar-iframe-container"></div> <script type="text/javascript" src="https://apis.google.com/js/platform.js"></script> <script type="text/javascript"> gapi.load("gapi.iframes:gapi.iframes.style.bubble", function() { if (gapi.iframes && gapi.iframes.getContext) { gapi.iframes.getContext().openChild({ url: 'https://www.blogger.com/navbar.g?targetBlogID\x3d8495426\x26blogName\x3dPikiran,+Cerita,+dan+Perjalanan+Saya\x26publishMode\x3dPUBLISH_MODE_BLOGSPOT\x26navbarType\x3dBLUE\x26layoutType\x3dCLASSIC\x26searchRoot\x3dhttps://latiefs.blogspot.com/search\x26blogLocale\x3den_US\x26v\x3d2\x26homepageUrl\x3dhttp://latiefs.blogspot.com/\x26vt\x3d-3212747536842318622', where: document.getElementById("navbar-iframe-container"), id: "navbar-iframe" }); } }); </script>

Friday, April 01, 2005

Menggodok Mogok

Kenapa aku berasa lelah ya? Pegal dan linu persendian dan kempol-kempolku sudah mulai Selasa lalu. Paginya, entah aku telat atau bisnya yang mangkir, aku terdampar di halte York Street 40 menit. Jam 6.35 hingga 7.15 pagi. Hanya bermodal jaket tipis, di udara 8 derajat. Sinusitis itu pun beraksi. Maka, seharian aku bersin dan hidung meler. Seninnya, karena easter monday merupakan bank holiday, bis mulai pukul 9. Aku pun terpaksa ber kring-kring goes goes (a.k.a naik sepeda). Coba ini di Depok. Pasti udah minta pijit sama Engkong atau Mbak Mur.

Nah, selasa itu aku sudah berpikir untuk pulang. Tapi, karena berharap Rabu dan Kamis ada mogok kerja, aku bertahan. Apalagi pukul 12 ada rapat union. Eh, gak taunya, mogok ditunda, saudara-saudara. Rapat pun berlangsung panas. Aku merasa, pimpinan union dan strike committe terbeli. Aku gak tau, ini naluri jurnalistik atau alam bawah sadar yang terbentuk karena kehidupan panjang di negeri yang penuh misteri sogok menyuap.


Sebetulnya, peduli setan dengan mogok dan naik gaji itu. 4,85 Pound (kl. Rp 75 ribu) per jam, itu jumlah yang sangat-sangat besar buatku. Jangankan dibanding dengan UMR di Indonesia, dengan gajiku saja yang berposisi semi manager (ck..ck..ck..manager cing!), jumlah itu masih jauuuhhh. Kenaikan ini hanya penting bagi pekerja dari Norwich. Karena mereka akan selamanya bekerja disini, dan tau betapa jumlah ini kecil dibanding pekerja kelas lain.


Makanya, aku jadi sedikit dari pekerja dari negara non Inggris yang ikut aksi ini. Bukan sok-sokan. Aku mau belajar. Melihat dan merasakan. Seperti rapat hari ini. Aku yakin banyak pikiran serupa sepertiku pada kepala orang-orang ini: union terbeli. Sebab paginya, ada rapat antara perusahaan dengan Union. Lalu, kenapa orang-orang Union yang biasanya provokatif, kini menjadi corong perusahaan. Hebatnya, tak ada itu yang lompat meja, nyerocos tanpa dipersilakan, apalagi lempar kursi.


Aksi ini juga mengikuti aturan hukum yang jelas. Negosiasi panjang, demo, jajak pendapat menentukan mogok atau tidak, dan progres mogok. Tiga minggu setelah hasil jajak pendapat diserahkan, baru mogok boleh dimulai. Hanya 2 hari dalam sepekan. Minggu depannya, 3 hari, 4 hari, dan 5 hari. Semuanya tertata. Dan dijamin, anggota Union tidak mendapat masalah karena kesertaannya.



"Di negaramu gak kayak gini ya", kata seorang bapak.

"Eitss... tunggu dulu. Silap anda. Kebebasan berserikat dan berkumpul di negara saya diatur dalam konstitusi. Pasal 28. Terkenal itu"


"Tapi kok demo sering ada bentrok dengan polisi" (eh, ngejar doi)


"Oo.. itu beda. Itu dinamika bos. Saking semangatnya kami menyalurkan aspirasi. Kalau kami demo kreatif. Gak kayak kalian. Kering dan membosankan"


Ada lagi yang mengaitkan dengan agama. "Negaramu kan the biggest Moslem country. Gak boleh demo dong ya". Apa hubungannya pak. Aturan di negara kami itu tak kalah dengan aturan di negara kalian. Bedanya, pada pelaksanaan doang.

2 Comments:

At 9:27 PM, Blogger loper said...

Demo gebuk gebukan lebih seru di tonton daripada demo yang damai, betul nggak ..?

dan yang aneh lagi, orang indonesia kebanyakan lebih menyukai berita yang cenderung anarkis, kenapa ya ..? tahu jawabannya nggak pak ?

 
At 11:56 PM, Blogger Ahmad Husein said...

worker di kita tau persis, Tak, kalau media masih butuh banyak berita. jadi mereka dengan senang hati bikin demo pake gebuk-gebukan. Itung2x amal buat para jurnalis... hehehe...

 

Post a Comment

<< Home

Pikiran, Ucapan, dan Perjalanan Saya Gambar perjalanan lain, klik disini