<body><script type="text/javascript"> function setAttributeOnload(object, attribute, val) { if(window.addEventListener) { window.addEventListener('load', function(){ object[attribute] = val; }, false); } else { window.attachEvent('onload', function(){ object[attribute] = val; }); } } </script> <div id="navbar-iframe-container"></div> <script type="text/javascript" src="https://apis.google.com/js/platform.js"></script> <script type="text/javascript"> gapi.load("gapi.iframes:gapi.iframes.style.bubble", function() { if (gapi.iframes && gapi.iframes.getContext) { gapi.iframes.getContext().openChild({ url: 'https://www.blogger.com/navbar.g?targetBlogID\x3d8495426\x26blogName\x3dPikiran,+Cerita,+dan+Perjalanan+Saya\x26publishMode\x3dPUBLISH_MODE_BLOGSPOT\x26navbarType\x3dBLUE\x26layoutType\x3dCLASSIC\x26searchRoot\x3dhttps://latiefs.blogspot.com/search\x26blogLocale\x3den_US\x26v\x3d2\x26homepageUrl\x3dhttp://latiefs.blogspot.com/\x26vt\x3d-3212747536842318622', where: document.getElementById("navbar-iframe-container"), id: "navbar-iframe" }); } }); </script>

Friday, April 28, 2006

Strategi Jangka Imah

Malam melarut, embun pun menitik. Sesekali raungan suara beca motor, memecah hening malam. Tetangga yang tadi memenuhi undangan menghadiri maulid, sudah kembali. Tapi beberapa kerabat terdekat, masih terus bercengkerama. Maklum dua tahun tak pulang, berpadu dengan kesenangan orang Batak “markombur”, plus kopi pekat dan pisang goreng --(yang dijamin lebih enak dari pisang Pontianak yang sedang digandrungi publik Jakarta itu)--jadilah malam yang seru.

Berbagai hal kami bicarakan. Harga getah karet yang menjulang, tanah yang semakin banyak dikuasai saudara kita dari tirai bambu, hingga pemerintah daerah. Bupati yang memasuki masa jabatan kedua tetap tak berbuat apa-apa. Wakil Bupati yang bekas guru STM, tetapi pengurus Pujakesuma (Putra Jawa Kelahiran Sumatera), diuntungkan oleh pilkada langsung. Populasi suku Jawa di Kabupaten Labuhan Batu, daerah perkebunan di timur Sumatera Utara, memang lebih besar dibanding penduduk lokal.

Aku iseng: “Gimana kalau 5 tahun nanti aku ikut maju”. Bukan keinginan sungguh-sungguh, hanya sekedar membaca aura politik lokal. Tapi diluar dugaan, sambutan mereka antusias. Yang bikin sedih dan miris, tak satu pun mereka yang mendukung karena alasan perbaikan daerah. Ada yang bilang, “Sudah capek nih diatur, sekali2 jadi pengatur”. Atau, “Biar keponakanmu bisa masuk kantor Pemda”.

Lebih banyak lagi alasan finansial. “Bentar lagi pensiun, jadi kontraktor pemda khan lumayan”. Pastilah mereka belajar dari kenyataan yang sudah ada, bagaimana keluarga yang tadinya biasa, menjadi “lain”, setelah ada saudaranya yang moncer. Memang di jalan yang kami tempati saja, ada Camat, yang semua sanaknya ikut jadi camat. Ada pula yang sebelum jadi anggota dewan, setia dengan motor tua, kini memarkir Inova. Entah ini terjadi juga diluar sana.

Aku ingat, waktu mahasiswa di Bandung, masa-masa kampanye dulu. Ketika jurkam berapi-api membeberkan strategi jangka panjang, jangka menengah, dan jangka pendek, seseorang di barisan pendengar berteriak: “Aya nu bade jangka imah, teu!”. Teriakan yang lalu disambut tawa meriah. Jang ka imah ini, kira2 bermakna: yang bisa dibawa pulang ke rumah. Maksudnya kalau menjabat tidak usah sibuk dengan pembangunan segala macem deh, pikirkan saja yang bisa dibawa pulang. Atau, sperti plesetan ...... “jangan tanya apa yang bisa yang kamu berikan kepada negara, tapi pikirkan, apa milik negara yang bisa kamu bawa pulang”. Satir.

Fakta ini memilukan, sungguh. Karena aku pernah baca, korupsi dan tindakan batil lain yang dilakukan pejabat, banyak dipengaruhi oleh orang terdekat. Sehingga jagad politik kita, mengenal diksi “diplomasi ranjang”, yang kira2 maknanya: kalau mau sesuatu dari pejabat anu, dekati istrinya. Biar istrinya yang mengurus.

Tapi ini di kampung kami saja kok. Lebih spesifik lagi, di keluarga kami saja. Dulu, waktu aku masih meliput, bertugas melihat keluarga Kuntoro Mangkusubroto (sekarang bos BRR di Aceh), akan ditunjuk menjadi Menteri Pertambangan era Soeharto. Begitu diumumkan, istrinya tersedu. Bukan karena gembira belaka. Katanya, ia ingat bagaimana beratnya tugas suaminya, saat menjadi Direktur PT Timah di Bangka sana.

Dinihari menjelang tidur, aku cium kening istriku yang sudah lelap dari tadi. Sambil menyatakan syukur, bahwa ia –setidaknya hingga malam itu—tak pernah mendorongku masuk pemufakatan jahat. Semoga keluarga kami, tetap nrimo ing pandum. Amin.

Pikiran, Ucapan, dan Perjalanan Saya Gambar perjalanan lain, klik disini