<body><script type="text/javascript"> function setAttributeOnload(object, attribute, val) { if(window.addEventListener) { window.addEventListener('load', function(){ object[attribute] = val; }, false); } else { window.attachEvent('onload', function(){ object[attribute] = val; }); } } </script> <div id="navbar-iframe-container"></div> <script type="text/javascript" src="https://apis.google.com/js/platform.js"></script> <script type="text/javascript"> gapi.load("gapi.iframes:gapi.iframes.style.bubble", function() { if (gapi.iframes && gapi.iframes.getContext) { gapi.iframes.getContext().openChild({ url: 'https://www.blogger.com/navbar.g?targetBlogID\x3d8495426\x26blogName\x3dPikiran,+Cerita,+dan+Perjalanan+Saya\x26publishMode\x3dPUBLISH_MODE_BLOGSPOT\x26navbarType\x3dBLUE\x26layoutType\x3dCLASSIC\x26searchRoot\x3dhttps://latiefs.blogspot.com/search\x26blogLocale\x3den_US\x26v\x3d2\x26homepageUrl\x3dhttp://latiefs.blogspot.com/\x26vt\x3d-3212747536842318622', where: document.getElementById("navbar-iframe-container"), id: "navbar-iframe" }); } }); </script>

Saturday, March 26, 2005

Sandya ning Kala Yusuf van Bendungan Udik



Yusuf bin Ahmad, sehari-hari berniaga bubur ayam di depan Gedung Kartika Chandra, Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan. Sabtu, 26 Maret, Yusuf tewas secara mengenaskan dengan menggantungkan dirinya pada tiang jemuran. Malam sebelumnya, ia menonton televisi, menyaksikan aparat Tramtib menertibkan pedagang dengan cara memukuli. "Lihat tuh Bu, lihat tuh! Jahat sekali mereka. Pedagang ditendang-tendang!" cerita Sopiah mengutip kekesalan suaminya ketika menonton televisi. Tiga minggu sebelumnya, Yusuf mengalami perlakuan serupa seperti yang ia pirsa di tipi: gerobaknya digaruk. Entah gelegak sensasi apa yang dialami Yusuf, paginya ia pun mengakhiri hidup. Ketakutan telah menjelma menjadi kematian.

Balada Yusuf dari Bendungan Udik ini banyak dijumpai disekitar kita. Kehidupan minus kepastian. Dibumbui pula dengan kisah pilu penipuan, intrik, pengkhianatan. Tengoklah perjalanan almarhum Yusuf ini sebelum sanya ning kala tiang jemuran. Sudah menikah 18 tahun, punya 2 anak, menumpang di rumah orang tua. Membeli rumah over kredit secara mencicil, setelah menjual warisan leluhur di kampung. Mau balik nama, belum punya duit.

Pernah punya simpanan Rp 20 juta hasil jual tanah juga. Dipinjam teman yang mengaku kesusahan, sambil berjanji menambah tiga juta saat mengembalikan. Si teman menjaminkan rumah apabila uang tidak kembali. Saling percaya, tanpa surat menyurat. Tujuh bulan berlalu, uang tak kembali. Mau menarik rumah jaminan, eee... ternyata sudah dijual.

Berbagai masalah, membuat Yusuf sakit-sakitan. Istri tau diri. Saat suami trauma, berdagang sambil waspada buat ngabur, ikut bekerja. Menjadi tukang masak. Bekerja 10 jam sehari, dibayar Rp 15 ribu. Seribu lima ratus per jam. Ya Tuhan, negeri ijo royo-royo loh jinawi. Aku termangu tak kuasa bertitah. Besok, kami, para pekerja kebersihan rumah sakit Norwich, akan mogok kerja. Menuntut kenaikan gaji. Rupanya, gaji 4,85 Pound/jam (kl Rp 75 ribu) dirasa tidak adil lagi. Ah, manusia memang tiada henti meminta. Allah Robbul Izzati, ampuni aku.

Tuesday, March 22, 2005

Doraemon Penghilang Malu

Menghilang...!!!, teriak Doraemon sambil menunjuk Suneo. Ajaib, Suneo pun melangkah ringan melewati musuhnya Giant, tanpa kelihatan. Doraemon, tokoh kartun dalam film berjudul sama, memang sakti mandraguna dalam menciptakan pelbagai peralatan. Tak lama lagi, kemampuan menghilang ini tak hanya ada pada film kartun, Harry Potter, atau "Dunia Lain" belaka. Adalah Andrea Alù dan Nader Engheta dari Universitas Pennsylvania di Philadelphia, yang mencoba menciptakan jubah penghilang. Mereka mengatakan, bahan yang mereka sebut plasmonic cover bisa membuat suatu benda nyaris tak terlihat.

Pendek kata, model ini bisa dibayangkan seperti sistem yang dipakai Romulans dalam film Star Trek "Balance of Terror" tahun 1966, dimana sebuah pesawat ruang angkasa bisa dibuat menghilang dalam sekejap. Kunci konsep ini adalah mengurangi hamburan dan pantulan cahaya.

Ini fisika yang merepotkan dan bikin pusing kepala. Padahal kita sudah pusing dengan naiknya BBM yang tak cuma diimbuhi harga naik, tapi juga mogok makan pendemo dan, perkelahian anggota dewan yang terhormat.



Antara Taiwan dan Jakarta

Nah, anggota Dewan ini adalah salah satu sasaran utama, bila jaket penghilang itu telah masuk pasar. Sungguh, aku berharap banyak temuan ini terlaksana. Aku sudah siap menjadi distributor untuk Indonesia. Dijamin laku keras. Aku membayangkan, akan membuka outlet di dua tempat di Jakarta. Pertama di bilangan Blok M. Ini strategis, mengingat dekat dengan Senayan (DPR), Gedung Bundar (Kejaksaan Agung), dan Mabes Polri. Di dua tempat terakhir ini, setiap hari banyak berseliweran koruptor yang akan diperiksa.

Satu tempat lagi, di kawasan Menteng. Disini ada kantor KPK, dan mayoritas menteri berkantor. Juga, Istana Presiden. Siapa tau mereka yang ada disana mulai malu, karena kebanyakan mengumbar janji, dan kini sadar ternyata semuanya berat. Jangan marah ya bapak-bapak. Sudah ah, saya mau menghilang dulu. Menghilang....!!!!!!

Tuesday, March 15, 2005

6 Bulan di UK

LONDON TRAFALGAR
Trafalgar Square, London


How are you
Are you all right.
Its good to meet you again.
I hope you are all fine


Ada sedikit hal berbeda pada cerita kali ini. Ada bahasa Inggrisnya. Bukan mau gagah-gagahan. Tapi mau menjadi penanda, bahwa bahasa ini adalah salah satu hal membahagiakan yang aku peroleh setelah berada di UK. Dan hari ini, kami genap 6 bulan berada di UK, ditandai dengan mendaratnya pesawat British Airways di bandara Heathrow, London, 15 September tahun lalu.

Klik untuk foto Cambridge lainnya
King's College, Cambridge

6 bulan di UK. Ada senang ada sedih. Salah satunya soal bahasa itu tadi. Senang, karena sekarang sudah pedelah berbincang sama orang. Padahal awal tiba dulu, wii..., malu-maluin. Coba, kayak waktu mau naik bis ini.

+ University, please (menyebut tujuan)
- Seventy three

(Aku dengarnya dia menyebut "cemetery")
+ No, not cemetery, but university
- Yes, s-e-v-e-n-t-y t-h-r-e-e..


Sedih, karena sudah 6 bulan, rasanya kok masih "gini-gini aja nih". Gimana mau ngelamar BBC, CNN, UNDP, etc. Tapi aku harus bersyukur, sebab yang aku peroleh meski sedikit adalah rahmat luar biasa. Keberangkatan ke UK ini, adalah kekuatan pemaksa, force majeure agar aku belajar bahasa. Sekarang aku menjadi jurkam "belajar bahasa" kepada kawan-kawan dan keluarga. Supaya tidak sesal kemudian tiada berguna.


Klik utk foto Birmingham lain
Centenary Square, Birmingham

6 bulan di UK. Setengah jalan sudah terlalui. Senang karena sebentar lagi pulang. Bertemu sanak saudara dan handai taulan. Bertemu pecel lele, tahu, tempe, pete. Sedih, karena akan bertemu kemacetan, ketidak-teraturan, ketidak-amanan, ketidak-nyamanan. Disini, keteraturan itu membuat jam tidur berkurang. Kalau di Jakarta, semua kesempatan digunakan untuk tidur. Termasuk di bis ketika berangkat dan pulang. Soalnya, badan dan pikiran sangatlah lelah. Bayangkan, setiap pagi, aku masuk kerja jam 7. Tapi bisa berangkat naik bis yang jam 6.40. Soalnya, perjalanan tanpa macet itu hanya 20 menit (jarak yang kalau ditempuh dengan jalan kaki kl. 1 jam).

Artinya, waktu dan tidur semakin berkualitas. Tidak banyak terbuang hanya karena kemacetan. Maka waktu untuk membaca dan main internet pun semakin banyak. Oh ya, ini "kesedihan" satu lagi. Saat aku menulis cerita ini, azan sedang berkumandang. Bukan dari mesjid, tapi dari internet.

6 bulan lagi, semoga lebih banyak senang ketimbang sedihnya.
Well, that's all for now, see you later...

Saturday, March 12, 2005

Nasionalisme Kelam di B'Ham

Di depan stadionSupporter










Hallo..hallo Bandung
Ibukota Priyangan
Sudah lama beta tidak berjumpa dengan kau
sekarang telah menjadi lautan api
Mari bung, rebut kembali.....

Darahku berdesir kencang menyanyikan lagu ini, sabtu petang di Birmingham. Apalagi, ketika pebulutangkis Alven Yulianto dan Luluk Hadiyanto, yang namanya baru saja diumumkan sesaat sebelum lagu itu mengalun, muncul di court 2. Aku, istri, dan 8 teman dari Norwich, dan pelajar-pelajar Indonesia dari sejumlah kota di Inggris, terus bernyanyi, berteriak, mengibarkan merah putih, dengan kebanggaan dan rasa nasionalisme luar biasa.

Setelah berjuang 72 menit, Luluk dan Alven tunduk 12-15, 15-6, 10-15 dari pemain Denmark. Kami sungguh tak kuasa menahan duka. Terdiam sesaat, ditengah deru suara riang suporter Denmark. Dibawah sana, Luluk tak mampu menahan kecewa. Ia terduduk lesu di karpet, dibawah panggung penonton. Bajunya yang berpeluh diangkat ke dada. Berselonjor, dengan punggung terkulai bersandar. Terpuruk, terduduk, dan tersuruk.

Luluk dan Alven wajar kecewa. Alur permainan mereka dominasi. Hanya karena kesalahan sendiri, akhirnya mereka menelan pil pahit. Aku menangis dalam hati. Sebagai manusia biasa, pastilah Alven dan Luluk gulana bukan kepalang. Dalam hati aku bilang, malangnya negeriku. Bulutangkis adalah benteng terakhir penangkis anggapan bahwa Indonesia tidak memiliki suatu apapun yang bisa dibanggakan. Kini bulautangkis itu pun semakin terpuruk. Tak satu pun pemain Indonesia yang mencapai final. Padahal dulu, All Indonesian final sering terjadi di beberapa partai.

Malang buat kami yang datang jauh dengan membawa van besar 17 seats dari Norwich (3 jam perjalanan). Kekalahan pun diderita ganda campuran Nova Widiyanto dan Liliyana Natsir. Juga dari Denmark. Bendera pun dilipat, sambil keluar National Indoor Arena (The NIA) dengan teriakan tercekat.

Birmingham, Kota Seribu KanalTapi kami tak menyesal. Setidaknya, bisa sedikit membangkitkan rasa nasionalisme, tanpa harus menyandang senjata dan meneriakkan Ganyang Malaysia. Pertandingan yang masih tersisa kami abaikan. Kami menyusuri kota Birmingham, kota terbesar kedua di Inggris dengan perasaan gembira. Mungkin gembira dalam duka. Entahlah.

Friday, March 11, 2005

Derma Hidung Merah


Hari ini banyak perempuan di rumah sakit berbaju merah. Lucunya, di hidungnya terpasang bulatan hingga menyerupai badut. Tak cukup, rambutnya dipasangi temali warna warni dominasi merah, dan wajah digambari. Juga merah. Sepengingatanku, pada hari-hari biasa sebagian dari mereka jelita. Tapi hari ini, cukup untuk mengundang tawa.

Oho.. rupanya hari ini, 11 Maret, hari “Hidung Merah” atawa Red Nose Day. Acara ini kalender 2 tahunan, yang dirayakan di antero Inggris Raya, juga Australia. Sambil berkeliling mempertontonkan hidung merahnya, mereka menyodorkan kotak sumbangan.

Red Nose Day digagas oleh komedian Inggris Lenny Henry, untuk menciptakan dunia yang damai bagi semua. Acara ini dikenal juga sebagai comic relief, pengumpulan dana dengan cara gembira ria. Berbagai macam acara dilakukan untuk menyemarakkannya. Seperti fun run, lomba lari dengan kostum unik, bahkan ada –maaf—berdansa telanjang di siang bolong.

Dua tahun lalu, acara ini menangguk dana masyarakat 61 juta Pound (kl 1 trilyun rupiah lebih). Jumlah ini menggemukkan kocek panitia Red Nose Day menjadi 337 juta Pound (kl Rp. 5,7 Trilyun rupiah. Ada 7000 proyek yang ditangani comic relief. Mulai dari Aids, homeless, korban konflik dan perang, hingga korban kekerasan rumah tangga. Tahun ini, fokus bantuan, adalah korban tsunami Asia, dan kelaparan di Afrika.

Orang Inggris memang tergila-gila kepada derma. Berbagai cara atraktif mereka lakukan untuk meraup dana. Hebatnya, mereka tak hanya menadahkan tangan. Kemarin, di rumah sakit juga, ada 2 tentara dari detasemen kesehatan, mencari dana dengan menyemir sepatu siapa saja. Aku geli melihatnya. Teringat di Indonesia. Bukankah tentara dari detasemen serupa yang memukuli awak LSM Farid Faqih hingga babak belur? Pernah juga, ada nenek-nenek dengan pakaian senam, seolah dia masih remaja belia saja, berjoget mengikuti musik hip hop, untuk dana kanker.

Tapi jangan kecewa. Di Jakarta sana, pengumpul dana juga cukup menarik. Memasang drum ditengah jalan, mbak-mbak dan mas-mas memegang alat penjaring ikan, ditemani pula lagu-lagu. Atau bermodal kotak kayu, tape dengan kaset dakwah, maka: "Bapak-bapak, ibu-ibu, ...... raihlah sorga". Sungguh sebuah kata yang tak cuma atraktif, tapi menjanjikan.

Wednesday, March 09, 2005

Solar Kencing Berlari

Mencuri Solar












Pergilah ke utara. Tepatnya kawasan jalan Yos Sudarso, Tanjungpriok. Disini solar dijual Rp 2000. Seratus perak dibawah harga resmi pemerintah. Jangan buru-buru menuding itu solar oplosan. Ini barang bagus. Bisa murah karena dibeli tanpa modal uang, tapi modal nekat. Nyawa, atau minimal kaki.

Para penjual solar eceran ini mendapat pasokan dari orang yang menyabung nyawa dengan membuka kran truk tangki yang sedang melaju. Truk yang baru saja mengisi di depo Plumpang, ketika melintas di jalanan macet, segara dipepet orang bermodal jeriken. Mereka menyebutnya "solar kencing". Bukan sekali dua terjadi kecelakaan, dengan korban nyawa atau patah kaki terlindas truk.

Itulah rahayat Indonesia. Gigih, berani, tangguh, patriot. Makanya, lembaga-lembaga dunia pun keheranan. UNDP yang mengeluarkan poverty line 2 dollar/hari, kagum bahwa bangsa yang 40 persen penduduknya berpenghasilan dibawah 2 dollar itu tetap hidup. Mereka hidup survive, subsisten karena lingkungannya.

PemulungGelandangan








pinggir kali


Time edisi Eropa terbaru mengangkat soal kemiskinan. Pedih kita melihatnya. Potret kemiskinan Indonesia diumbar. Ada foto anak-anak tertidur di pelataran stasiun Cikini. Ada foto bapak-bapak mandi dilingkupi jemuran dengan latar belakang KRL melintas. Ada pemulung ditengah gunung sampah.

Padahal, kalau kita lihat dekat, tidaklah semenor pada gambar itu. Pemulung itu tetap bergembira. Gelandangan di pinggir kali, tetap nyaring menirukan lagu dangdut dengan riang.

Ah, manusia Indonesia memang unik dan ajaib. Bagi mereka senang dan susah, tipis sekali bedanya. Mungkin mereka pembaca The Prophet-nya Gibran, "Ketika manusia bercengkerama dengan kebahagiaan di tempat tidur, kesedihan sedang menunggu di kamar tamu". Bagaimana manusia bisa lari dari kebahagiaan atau kesedihan jika kita serumah dengan keduanya?

Saturday, March 05, 2005

Tercekat di Ambalat

KRI TNI ALF-16 AU










Tujuh kapal perang Indonesia, kini merapat dengan garang ke Karang Unarang, laut Sulawesi. Diatas, pesawat tempur meraung mengawal konvoi ini. Kedatangan gugus tempur ini kesana adalah untuk menjaga blok Ambalat, yang diklaim Malaysia sebagai bagian dari wilayahnya. Tak ayal, Jenderal SBY pun gusar. Selain deploy pasukan, diperintahkan pula pembangunan mercu suar.

Meski terjadi beberapa kali provokasi, seperti pesawat Malaysia yang memotong haluan kapal perang RI, serta kapal perang Tentara Diraja Malaysia yang berlabuh begitu rapat, syukur kedua serdadu serumpun itu bisa menahan diri.

Secara historis kawasan itu dulunya merupakan wilayah Kerajaan Bulungan, seperti juga Pulau Sipadan dan Ligitan. Nah, pasca lepasnya Sipadan-Ligitan, rupanya Malaysia “dikasi hati minta rempela”. Pertamina Malaysia, Petronas, sudah memberikan konsesi kepada Shell untuk mengebor disana. Padahal Indonesia sudah memberi konsesi serupa kepada perusahaan Itali, ENI, serta Unocal.

TKI PulangApakah ini semata soal uang, minyak, atau kedaulatan.Mengapa pula Malaysia, negara kecil yang dulu pernah mau diganyang Bung Karno, begitu semena-mena. Mungkinkah datuk-datuk dan Tun disana besar kepala setelah mencaplok Sipadan. Yang lebih gawat, jika Malaysia merasa pede abis, karena menganggap Indonesia adalah orang kalah, yang tercermin dari kasus TKI.

TKI DiusirTKI yang diusir, disiksa, tapi datang lagi, agaknya telah membuat martabat kita sebagai bangsa tergerus. Jangan-jangan Malaysia menjadikan ini ukuran, bahwa TKI adalah legitimasi psikologis tentang bangsa yang kalah secara keseluruhan. Orang yang diusir, lalu datang lagi, adalah orang yang menggadaikan harga diri. Tapi inilah pilihan tersulit bagi saudara-saudara kita itu, ditengah peruntungan yang buruk di negara sendiri.

Aku pribadi mendukung “perang” ini. Siapa tahu, jika hasil bumi disana dikeruk secara normal, harga BBM bisa turun lagi. Lalu, jangan lupa, abis itu perangi kemiskinan dong... Mau ya...

Friday, March 04, 2005

Ada Setelah Tiada

ayam ngepelPagi ini aku berangkat tergesa. Udara dingin membuatku malas bangkit dari peraduan. Akibatnya, aku dapat bis yang jadwalnya mepet dengan jam mulai kerja. Bis yang berjalan tertatih untuk menghindari slip karena salju, menyebabkan aku telat tiba di Rumah Sakit. Begitu mau mulai, aku kaget mendapati eco mop tidak ada di cup board dan store. Barang kecil ini digunakan seperti sapu, namun dipasang seperti kain pel. Kemampuannya menyerap debu membuatnya multi fungsi, sebagai sapu sekaligus menahan debu tidak berterbangan menimbulkan polusi. Mungkin ini sebabnya, disebut eco mop.


Aku tanya team leader, dijawab barang kecil itu sudah sejak kemarin tidak ada. Solusinya, si eco diganti dengan lap lain yang diperuntukkan membersihkan meja. Karena fungsinya memang berbeda sejak awal, makan ketika digunakan tidak dalam domain areanya, lap itu kurang bermanfaat.

Saat itulah, aku tersadar betapa pentingnya lap putih kecil berserabut itu. Saat ia begitu dibutuhkan, tapi tidak ditemukan. Terasa ada setelah tiada. Banyak kejadian macam ini dalam kehidupan sehari-hari. Baik yang sederhana, sedang, maupun dalam konteks besar. Bapak Presiden kita SBY, yang menyebut dirinya pilihan rakyat, akan tau betapa pentingnya orang banyak bernama rakyat itu, ketika pemilu mendatang kehilangan suara pemilih. Padahal, ketika berkuasa saat ini, kebijakannya tidaklah memihak rakyat Indonesia. Bahkan tidak rakyat Cikeas. Ah, kok ngelantur ke soal Presiden sih. Tukang sapu aja, pake ngomong pulitik. Tabik.

Tuesday, March 01, 2005

Orang Miskin Dilarang Sakit

antre bbmMalam ini BBM naik lagi. Antrean pun terjadi dimana-mana. Mulai dari bajaj hingga mobil bagus. Berebutan mengisi BBM dengan harga lama. Padahal berapa sih yang bisa diisi. Katakan 100 liter. Selisih harga baru dan lama untuk bensin Rp 600. Artinya menghemat 100 x Rp 600 = Rp 60 ribu. Untuk uang sejumlah itu, banyak orang rela mengantri berkilometer.

Syukurlah, kata Pak SBY, salah satunya bila mengikutkan program kompensasi, justru akan mengurangi kemiskinan. Jargon ini pun dijual lewat "iklan layanan pemerintah" yang dilansir
Freedom Institute milik Aburizal Bakrie. Pemerintah sudah menyiapkan dana kompensasi superbesar, Rp. 17,8 Trilyun.

antre minyak tanahTapi siapapun tahu, kenaikan BBM akan diikuti gelombang kenaikan di segala bidang. Ya ongkos, ya sembako. Rezim berganti-ganti, setiap kenaikan BBM selalu berlindung dibalik kepedulian orang miskin yang akan mendapat subsidi silang. Kali ini yang dirancang adalah dana kesehatan dan dana pendidikan. Kalau ini gagal, anak-anak dari kalangan bawah akan semakin kehilangan kesempatan untuk merubah nasib, dan ujung-ujungnya keluarga itu akan miskin 7 turunan.

”pasienSubsidi adalah barang milik orang miskin yang sulit mereka dapat. Untuk memperoleh layanan kesehatan gratis harus melewati prosedur bertele. Mulai surat keterangan miskin dari RW. Iya kalau udah punya KTP. Kalau sakitnya semacam demam berdarah, bisa "tamat" sebelum surat miskin didapat.

Aku bermenung lama, sambil memandangi resepsionis jelita melayani calon pasien di Rumah Sakit Norwich. Disini, pengobatan gratis. Maka, untuk mendapatkan kamar, berlaku sistem reservasi. Pasien menginap, datang dengan membawa surat panggilan. Ah, seandainya bangsaku yang dilayani macam itu. Pastilah kaset lagu Iwan Fals berjudul ambulan zigzag tak laku :
Suster cantik datang mau menanyakan
Dia menanyakan data si korban,
Dijawab dengan jerit kesakitan
Suster menyarankan bayar ongkos....pengobatan
Hai sungguh sayang korban tak bawa uang
Suster cantik ngotot lalu melotot dan berkata
Silakan bapak tunggu dimuka
Hai modar aku.....hai modar aku
Jerit si pasien merasa kesakitan


Akhirnya, hai orang miskin, dilarang sakit!!!!

Pikiran, Ucapan, dan Perjalanan Saya Gambar perjalanan lain, klik disini